Uang Saku Buat UKT
“...mengakui kebenaran persepsi.”
Dulu nDesa
Sekarang nJakarta
Anak Universitas Brawijaya, UB, sekarang kok logatnya Jakarta-an, Jaksel-an gitu si ya?
Jaman tahun 1980 sampai 1990-an logat anak UB masih Ketawang
Gede-an.
Seperti;
"Ton, ton koen gak melok KKN nduk Pagak ta?" ("Ton, ton, kamu gak ikut KKN di Pagak?")
Atau;
"...Rin, nyeleh diktat mu yo, diktatku kari nduk perpus, mene isuk-isuuuk tak balekno nang kosanmu...."("....Rin, pinjam diktat kamu ya, diktat aku ketinggalan di perpustakaan, besok pagi-pagi aku kembalikan ke kos-kosan kamu...").
Atau;
"Semester iki IP mu piro ton?..." (
"Siji koma songo..." (
"Ha?!... 1,9?... Sik talah, iku IP tah
diameter Rapido?" (
Seringkali
juga kecampur sama logat pendatang Jawa Timuran area kulonan yang kalo bilang
‘arek-arek’ jadinya ‘cah-cah’. Menambah ada nuansa pedesaan gitu.
Pemandangan Jl Ijen kota Malang |
Btw, ini lampiran video wawancara kurang representatif, namun menarik untuk dilakukan semacam kuesioner acak, agar lebih bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Khawatirnya itu video wawancara sambil bercanda, wawacanda, bisa membentuk persepsi umum, menjadi suatu mindset. Lalu, mengaburkan kebenaran nyata, mengakui kebenaran persepsi.
Eh, persepsi itu nama merk minuman bersoda yang bisa bikin sendawa itu kan ya?
“...sejak ada deklarasi Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia,”
Sedikit Berkelana Menuju Masa Lalu.
Memang,
mulai akhir tahun 1990-an, sewaktu UB yang sejak tahun 1980-an masih disebut;
Unibraw (baca: Yunibrou), sementara pada tahun 1970-an dan tahun-tahun
sebelumnya, malah sering disebut sebagai Unbra (baca: Un, Bra), maka sejak ada
deklarasi Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, ICMI, pada tahun 1990 di kampus
Unibraw semasa Pak Harto masih berkuasa, maka barulah status Unibraw perlahan
dikenal luas sebagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Sebelumnya,
banyak orang dari luar Jatim menyangka Unibraw itu Perguruan Tinggi swasta.
Lama-lama
Unibraw dikenal sampai wilayah barat (Jakarta, Bandung dll.), yang
sebelum-sebelumnya Unibraw memang favorit di Malang, Jatim dan Indonesia bagian
timur. Unibraw jadi langganan Tugas Belajar / Tubel para pamong praja Indonesia
bagian timur yang mau lanjut jenjang S1.
Kisaran pertengahan tahun 2000-an, masyarakat lebih mengenal sebagai UB, lebih mudah ingat karena tersebut sebagai dua suku kata dibanding Unibraw yang tiga suku kata, yakni; Yu-Ni-Brou.
“...berkinerja sebagai badan usaha private, swasta, punya pemegang saham, ada annual report secara terbuka.”
Kepepet Lalu Pragmatis
Perihal
Uang Kuliah Tunggal, UKT, itu kiranya dampak dari banyak PTN berlomba-lomba
meraih status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH), yang terindikasi
belum mempersiapkan sarana/prasarana serta Center of Excellence pendukung kinerja yang menghasilkan dana
secara mandiri tanpa subsidi pemerintah lagi.
Semacam
PTN yang berkinerja sebagai badan usaha private,
swasta, punya pemegang saham, ada annual
report secara terbuka.
Akhirnya mengambil jalan pragmatis, dengan cara menaikkan besaran UKT, yang meski dalam prosesnya ada semacam rentang toleransi, mengacu pernyataan kesanggupan ortu mahasiswa/i yang terakui secara hukum.
“...contoh transformasi yang elegan, brilian...”
Opini UKT Tergantung Reputasi PT
Apabila
status PTNBH mampu menarik minat karena berhasil mempertahankan sejarah
reputasi keren yang dimiliki, maka baik langsung maupun tak langsung, faktor
UKT yang telah ditetapkan oleh PTNBH tersebut, tak begitu menjadi opini
masyarakat.
Seperti
dalam video ini adalah wawacanda dengan mahasiwa/i UB perihal kisaran uang saku
bulanan, yang secara tak langsung berkaitan dengan UKT dan berita media massa
beberapa waktu lalu, UNSOED, perihal relatif mahalnya UKT yang ditetapkan.
Atau,
banyak PTNBH yang rame-rame bangun program studi baru yang laris, karena
terpandang menjadi media peraih cita-cita banyak generasi muda Indonesia yakni;
Fakultas Kedokteran/FK.
Bahkan,
bila perlu melakukan transformasi radikal, yakni PTN dari status Institut
menjadi Universitas.
Seperti yang telah berhasil dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor, IPB, menjadi IPB University. Itu contoh transformasi yang elegan, brilian dan so far belum tersentuh oleh opini masyarakat perihal UKT yang ditetapkan. Wujud inovasi oleh PTN yang punya reputasi mengesankan dalam perjalanan panjang sejarah pendidikan tinggi di Indonesia.
“...mempertimbangkan fakta kemampuan finansial masyarakat luas selaku pemangku kepentingan...”
Studi Banding Pengelolaan Finansial dan Kinerja
Pusat Keunggulan
Lalu
ada eks Institut Keguruan Ilmu dan Pendidikan, IKIP, yang rame-rame berganti
nama menjadi Universitas Negeri dengan nama kota tempat perguruan eks IKIP itu
berada (kecuali eks IKIP Bandung berganti Universitas Pendidikan Indonesia, UPI),
pada akhir tahun 1990-an.
Menarik
bahwa PTN eks IKIP sejauh ini belum tersentuh cemarut opini UKT.Sehingga, PTN
eks IKIP menarik untuk menjadi semacam percontohan, tempat studi banding
bagaimana suatu PTNBH mengelola kinerja proses belajar-mengajar dan menata
anggaran dan belanja yang diperlukan.
Sementara,
Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan IPB University (ketiganya semua dalam
sejarahnya adalah satu kesatuan UI), bisa menjadi tempat studi banding
mengelola kinerja Center of Excellence,
yakni pusat sarana dan prasarana Penelitian dan Pengembangan / R&D, yang
menjadi harapan stakeholders, yakni masyarakat dan lembaga-lembaga baik profit
maupun non profit yang membutuhkan.
Sebenarnya
hal-hal seperti itu bisa dipersiapkan, ditata dan dilaksanakan melalui satu
fasilitator sentral, yakni Kemendikbudristek.
Seperti
misal penentuan angka potong, cutting score, tertinggi UKT di Jawa dan
pulau/propinsi luar Jawa, dengan mempertimbangkan fakta kemampuan finansial
masyarakat luas selaku pemangku kepentingan, stakeholder utama.
Adanya
opini yang negatif tentang UKT akhir-akhir ini, setidaknya menjadi indikasi
bahwa lembaga pemerintah tersebut belum ajeg,
belum tekun dalam menjalankan program-program yang demikian, yakni penetapan
ambang batas maksimal UKT serta studi banding pengelolaan finansial dan kinerja
pusat keunggulan. Padahal, wewenang sudah pasti ada.
Saatnya mengkaji ulang Permendikbud perihal UKT, agar investasi bertualang menimba ilmu pengetahuan pada lembaga-lembaga pendidikan tinggi di Indonesia bisa ramah bagi isi tabungan kalangan yang kurang begitu perlente.
Lampiran
Video;
https://www.facebook.com/1081584579/posts/10229262748488202/?d=n
Komentar
Posting Komentar