Menebar Sirup Berbahaya, Menuai Duka Lara
Harapan Baru Pengganti Etilen Glikol Sebagai Aditif Obat Sirup
Senyawa kimia sintetis Etilen Glikol (EG) dan polimernya, yakni Dietilen Glikol (DEG), keduanya berfungsi antikoagulan, yang tak biasanya digunakan sebagai tambahan dalam produk farmasi pun makanan atau minuman. Karena, EG berupa senyawaan kimia yang bisa menimbulkan toksisitas akut pada dosis letal.
Dosis Letal yaitu, dosis yang mampu
mematikan 50% organisme target uji coba dalam laboratorium uji (Lethal Dose-50 / LD50),
sebesar 500,1 mg/Kg (Sumber: Safety
Datasheet Ethylene Glicol, www.sigmaaldrich.com, printed: 22.10.2022)
Artinya, apabila dalam satu Kilogram berat
badan hewan uji coba berupa mamalia, biasanya jenis Mencit atau Tikus Putih (Mus Musculus), terdapat EG
sebesar 500,1 miligram, maka kandungan senyawa kimia organik ini bisa
menyebabkan kematian hewan uji tersebut
Kandungan LD50 dari senyawa kimia terhadap organisme mamalia sebagai target uji coba, bisa menjadi indikasi empiris akan pengaruh senyawa kimia dimaksud terhadap manusia, dalam hal potensinya menyebabkan kematian, apabila sengaja ataupun tak sengaja mengkonsumsinya.
… senyawa kimia sintetis ini telah sejak awal abad 20 telah diwanti-wanti…
Manis Namun Berbahaya Bagi Ginjal
Lalu, kasus yang tengah heboh di masyarakat
Indonesia saat ini, adalah beredarnya obat sirup penurun panas bagi anak-anak,
yang sangat diduga kuat menjadi penyebab munculnya penyakit Gagal Ginjal Akut
Pada Anak (GGAPA) dengan catatan terakhir berkisar lebih dari 200 anak
terjangkit penyakit tersebut dan lebih dari 130 diantaranya meninggal dunia.
Sirup penurun panas, mengandung senyawaan
kimia sintetis yang mampu meredakan demam dan menurunkan rasa nyeri pada badan,
bernama Asetaminofen atau lebih dikenal sebagai Parasetamol.
Parasetamol bersifat bisa larut dalam air.
Hanya saja, karena senyawa kimia pereda demam ini untuk dikonsumsi anak-anak,
maka dikemas dalam bentuk sirup yang bercita rasa menyenangkan bagi anak.
Biasanya berasa dan beraroma buah-buahan.
Berbeda dengan apabila konsumen Parasetamol
telah berusia lebih dewasa dari anak-anak. Mengkonsumsinya pun cukup dengan air
putih atau ditelan bersamaan kunyahan pisang.
Sehingga, produsen obat sirup pereda demam
anak pun berinovasi untuk membuat ramuan yang mengandung bahan utama
Parasetamol, dengan sentuhan ramah cita rasa anak, yakni manis.
Tantangan pun muncul, karena bentuk sirup, cairan yang relatif lebih kental daripada air biasa, yang juga memiliki peluang mengental membentuk koagulan. Selain tak menyenangkan saat dikonsumsi, bentukan koagulan juga bisa memengaruhi efektivitas Parasetamol saat masuk dalam tubuh konsumennya, yakni terutama anak-anak.
Petikan info lembar keselamatan EG yang menunjukkan memiliki dosis letal LD50 sebesar 500,1 mg/kg dan mengkonfirmasi sebagai bahan kimia sintetis yang berbahaya bagi fungsi ginjal. Sumber: Safety Datasheet Ethylene Glicol, www.sigmaaldrich.com, printed: 22.10.2022 |
Entah mengapa tiba-tiba, pilihan jatuh pada EG yang telah terbukti mampu berperan sebagai anti koagulan, namun bukan untuk produk farmasi, makanan dan minuman. Padahal, senyawa kimia sintetis ini telah sejak awal abad 20 telah diwanti-wanti oleh para ahli kimia agar tak terpapar dalam tubuh manusia, karena terbukti bisa merusak fungsi ginjal.
Bagaimana bisa ahli kimia mewanti-wanti demikian? Karena, EG dalam tubuh organisme, termasuk manusia, bisa berproses berubah menjadi Asam Oksalat, yang dengan kehadiran unsur-unsur Kalsium dalam tubuh, maka Asam Oksalat bisa berubah menjadi Kalsium Oksalat atau yang dikenal sebagai batu ginjal.
…ada langkah smart (baca: Licik)…
Menggunakan Bahan Kimia Aditif Berbahaya
Sebagai Peningkat Rasa
Gawat! Wanti-wanti ahli kimia dimaksud
sejak seratusan tahun lalu tak menyurutkan niat sebagian produsen obat-obatan
untuk tetap menambahkan EG dalam racikan produk mereka, yang dalam hal ini
adalah sirup pereda demam bagi anak.
Juga, ada langkah smart (baca: Licik)
dari produsen obat mengandung EG dimaksud, dengan menambahkan pula polimer
senyawa kimia beracun ini, yakni DEG dan Propilen Glikol (PG), yang
memiliki toksisitas akut yang relatif lebih rendah dibanding monomernya, yaitu
EG.
Bisa jadi, tujuan menambah kandungan DEG
dan PG adalah mengurangi efek toksisitas akut dari EG, sementara fungsi anti
koagulan tetap terjaga. Sekali lagi, suatu inovasi yang smart namun
benar-benar merugikan bahkan bisa berakibat fatal bagi konsumen racikan licik
tersebut.
Kehebohan kandungan EG, DEG dan PG dalam
obat pereda demam bagi anak-anak, mirip kasus pada kisaran awal Juli 2022 lalu,
yaitu es krim impor dengan inisial merk HD dan mie instan merk inisial MS yang
diekspor ke Taiwan, yang keduanya ditemukan mengandung Oksirana, suatu
senyawaan kimia sintesis yang beracun dan berbahaya.
Padahal, fungsi yang sama dengan kehadiran
Oksirana pada kedua produk makanan tersebut, yakni sebagai penambah aroma dan
cita rasa, bisa didapat dari senyawa alami Etanal yang merupakan ekstrak
buah-buahan masak.
Suatu indikasi cara pragmatis untuk meraih
keuntungan, dengan menambah bahan kimia beracun dan berbahaya pada produk
farmasi, makanan dan minuman demi meraih keuntungan.
Namun, berpeluang sangat merugikan konsumen produk tersebut, karena bisa mengganggu kesehatan, bahkan mengancam jiwa.
***
… ternyata diijinkan terkandung dalam produk-produk tersebut…
Bagaimana Peluang EG Terkandung Dalam
Produk Obat Sirup lainnya?
Hingga minggu ke-4 bulan Oktober 2022,
terdapat lima merk sirup obat pereda demam bagi anak-anak yang telah ditarik
oleh pemerintah atas rekomendasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yang
terbukti mengandung EG, DEG dan PG yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang
diijinkan.
Menjadi menarik, karena senyawaan kimia
anti koagulan yang seharusnya bukan sebagai bahan aditif bagi produk-produk
obat, makanan dan minuman, ternyata diijinkan terkandung dalam produk-produk
tersebut, dengan syarat tanpa melebihi NAB.
Jika demikian, bagaimana dengan obat-obatan
lainnya dalam bentuk sirup yang mengandung senyawaan kimia pereda nyeri bagi
orang dewasa? Seperti sirup obat batuk, sirup obat maag, termasuk sirup-sirup
multivitamin. Sangat dimungkinkan semua obat jenis sirup membutuhkan anti
koagulan.
Agar, fungsi senyawaan kimia utama sebagai obat yang dibutuhkan tetap berkinerja secara efektif karena tetap terlarut saat disimpan. Itulah mengapa seringkali ada arahan tulisan; ‘Kocok Sebelum Diminum’, guna memastikan senyawaan obat utama tetap terlarut, tak mengendap sebagai koagulan.
***
…buah kepatuhan para insan Farmasi Indonesia pada kitab standar acuan Farmasi di Indonesia…
Kabar Terkini dari Sekolah Farmasi
Terkemuka di Indonesia
Dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh
Sekolah Farmasi ITB yang dapat diakses melalui situs jejaring https://fa.itb.ac.id/ terdapat beberapa rekomendasi yang
berguna, sebagai satu cara bertahan dari kasus yang telah memakan korban jiwa
anak-anak ini, yakni; jika membutuhkan pengobatan bagi anak-anak, maka
mengkonsumsi Parasetamol yang bukan dalam bentuk sirup. Bisa dalam bentuk puyer
atau tablet hisap.
Hanya saja, memang perlu usaha ekstra agar
anak-anak berkenan minum obat dalam bentuk puyer ataupun tablet hisap, karena
tak semudah dan semenyenangkan dalam bentuk sirup dengan aroma dan rasa buah.
Juga dalam edaran dimaksud, dinyatakan bahwa
produsen obat di Indonesia tak ada yang menggunakan EG, DEG dan PG sebagai
bahan kimia aditif. Merupakan buah kepatuhan para insan farmasi Indonesia pada
kitab standar acuan Farmasi di Indonesia, yakni; Farmakope Indonesia.
Halaman depan situs jejaring Sekolah Farmasi ITB yang dapat diakses secara daring yang terkait dengan berita-berita farmasi di Indonesia. |
Sebagai tambahan informasi pula dalam edaran Sekolah Farmasi ITB tersebut, bahwa satu negara yang terdapat kasus meninggalnya 66 anak karena menderita GGAPA, adalah Gambia. Sebagaimana tertuang dalam berita daring pada kanal https://www.bbc.com/news/world, maka penyebab kasus tersebut mengarah pada ditemukannya EG yang melebihi NAB pada sirup obat penurun demam anak-anak.
Badan kesehatan dunia, WHO, pun telah
menyimpulkan bahwa kasus tersebut adalah karena adanya produk substandar,
kontaminasi, sebagaimana bisa disimak dalam warta daring pada https://www.who.int/news/item/05-10-2022-medical-product-alert-n-6-2022-substandard-(contaminated)-paediatric-medicines
Sekali lagi, terdapat indikasi bahwa dalam industri farmasi skala global pun ternyata EG diijinkan terkandung dalam obat-obatan.
***
…menarik untuk menjadi kajian tersendiri guna mencegah terulangnya kasus ini kembali…
Mengkaji Demi Mengurai Sengkarut Banyak
Pertanyaan
Lalu, bagaimana bisa kelima obat sirup yang
telah ditarik dari peredaran oleh pemerintah, yang salah satunya diproduksi
oleh produsen besar produk Farmasi di Indonesia, mengandung bahan-bahan kimia
berbahaya tersebut?
Kabarnya, pemilik perusahaan kondang produk
obat-obatan yang dikelola oleh anak bangsa ini, menyatakan bahwa semua produk
obat-obatan yang dihasilkan, sama sekali bebas dari kandungan EG, DEG dan PG.
Jadi, bagaimana proses penyelidikan pun
pengujian serta apa tolok ukur bagi BPOM guna menyatakan kelima produk obat
sirup pereda demam bagi anak-anak itu terlarang untuk beredar?
Pertanyaan lainnya adalah bagaimana begitu
cepat dampak kandungan EG, DEG dan PG dalam sirup pereda demam anak-anak telah
menyebabkan 200 anak-anak Indonesia terjangkit GGAPA yang kemudian lebih dari
50% dintaranya meninggal dunia?
Sementara, terdapat komitmen insan farmasi
di Indonesia mematuhi kitab Farmakope Indonesia dengan tidak pernah menambah
senyawaan kimiawi berbahaya dalam produk farmasi?
Berapa banyak varian produk farmasi,
terutama dalam bentuk sirup yang kelak terbukti mengandung EG, DEG dan PG yang
ternyata beredar di Indonesia?
Pada wilayah mana saja dan dalam kisaran
rentang usia berapa saja yang terbukti anak-anak Indonesia menjadi penderita
GGAPA setelah mengkonsumsi sirup obat pereda demam yang terkontaminasi EG, DEG
dan PG?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas,
tentu menjadi menarik untuk menjadi kajian tersendiri guna mencegah terulangnya
kasus ini kembali.
Bahkan, bukan tak mungkin faktor asupan
makanan bagi anak-anak yang tak memenuhi kebutuhan gizi, juga menjadi pemicu
penyakit GGAPA.
Sebagaimana telah diketahui secara umum,
bahwa sekarang ini makanan jajanan anak-anak sangat berlimpah micin, Monosodium Glutamate, MSG.
Sebut saja; Cilok, Cilor, Cireng, Basreng, Dadar Gulung, Mie Instan dan sebagainya,
semua mengandung taburan bumbu berlimpah micin.
Termasuk Seblak, Toppoyaki ala Korea sama
Pilus, yang ketiganya untuk segala umur pada doyan. Apalagi itu Pilus yang
sebenarnya bumbu micin dalam
balutan bola-bola terigu renyah, buat taburan mie kuah pedas panas-panas.
Banyak orang mulai remaja hingga dewasa yang pada suka sama racikan pilus dan
mie kuah pedas.
Padahal masih banyak olahan masakan khas
Indonesia yang memenuhi kaidah kebutuhan gizi dan bebas micin, Pecel Kembang Turi
misalnya.
Hanya saja, patut diakui perlu upaya ekstra
untuk membuat anak-anak Indonesia menyukai masakan yang berlimpah sayuran,
berjuluk Salad van Indonesia ini.
”Nak, hari ini kita makan pecel lauknya
sama kembang Turi rebus yah?"
Rayu sang ayah.
”Turi tuh apaan, Pah?" Tanya balik si
anak yang baru kali ini mendengar nama kembang Turi.
”Turi ituu, televisi yang dulu suka narikin iuran,
nak.." Jawab sang ayah sambil menghibur dirinya akan kenangan masa
kanak-kanaknya yang telah puluhan tahun berlalu, saat kabar dalam bentuk gambar
hidup melalui satu-satunya media stasiun televisi, yang waktu itu suka ribut
sama iuran.
Maksudnya; Tvri.
***
Klop! Ternyata ada senyawaan kimiawi yang lebih alami dan tak beracun…
Etilen Glikol dan Polimernya Dalam Produk
Farmasi Kudu Diganti
Menghadapi fakta berupa ancaman kesehatan
fungsi ginjal akibat keberadaan EG, DEG dan PG sebagai aditif, yang ternyata
diijinkan dalam industri farmasi global dengan mensyaratkannya tak boleh
melebihi NAB, atau dengan kata lain dihindari agar tak terkategori sebagai
kontaminan, maka mengupayakan substitusi terhadap senyawa-senyawa kimia
sintetis tersebut dengan senyawa kimia alami yang tak beracun dan berbahaya,
menjadi tantangan tersendiri.
Pasti ada senyawaan kimiawi yang lebih
alami sebagai pengganti EG sebagai anti koagulan dalam obat jenis sirup, demi
menjaga agar kandungan Parasetamol tetap efektif.
Adalah Gliserol atau juga dikenal sebagai
Gliserin, senyawaan yang mempunyai struktur bangun kimiawi mirip EG dinilai
mampu memiliki fungsi sebagai anti koagulan dan tak membahayakan karena bisa
diolah dari bahan alami, berupa minyak nabati ataupun lemak hewani.
Klop! Ternyata ada senyawaan kimiawi yang lebih alami dan tak beracun membahayakan fungsi ginjal seperti EG pun polimer-polimernya DEG dan PG. Senyawa kimiawi alami itu adalah; Gliserol atau dikenal sebagai Gliserin.
***
Indonesia sangat berlimpah jenis tanaman, sebagai sumber sintesa alamiah Gliserol…
Kelimpahan Flora Tropis Berkah Inovasi
Produk Farmasi Alami
Keberadaan Gliserol pun bisa memunculkan
harapan baru, sebagai bahan aditif dalam obat-obatan jenis sirup, khususnya
dalam hal ini adalah sirup penurun demam bagi anak-anak.
Menarik bagi insan farmasi Indonesia guna
memulai riset dan pengembangan, untuk menjadikan Gliserol sebagai aditif alami
dalam produk obat-obatan jenis sirup.
Apakah nantinya sintesa Gliserol melalui
reaksi penyabunan, saponifikasi,
terhadap asam-asam lemak yang terkandung dalam buah dari tanaman jenis Palem
seperti Kelapa, Kurma, Kolang-Kaling, Salak, Sagu, Sawit, Lontar. Atau, bisa
juga asam lemak dari minyak Zaitun, tanaman jenis perdu.
Pilihan sintesa Gliserol melalui
reaksi saponifikasi alami
terhadap asam-asam lemak dalam buah tanaman-tanaman tersebut di atas dibanding
dari hewan, dinilai lebih aman karena adanya hasil olahan dari beberapa jenis
hewan yang dilarang untuk dikonsumsi pada negeri yang mayoritas berpenduduk
Muslim ini.
Jadi, alasan apalagi nanti menggunakan EG
dan polimer-polimernya sebagai bahan aditif anti koagulan dan obat jenis sirup,
di Indonesia? Gak ada alasan lagi bagi industri farmasi dan para insan farmasi
di Indonesia yang taat pada kitab standar Farmakope Indonesia.
Indonesia sangat berlimpah jenis tanaman,
sebagai sumber sintesa alamiah Gliserol, untuk mengganti peran EG dalam racikan
produk farmasi.
Haram hukumnya EG, DEG dan PG hadir sebagai
bahan aditif dalam produk Farmasi, dalam bentuk apapun, di Indonesia. Kelak, haram pula ketiga senyawan kimia itu sebagai bahan aditif produk farmasi, bagi dunia.
Wahai Kimiawan dan insan farmasi Indonesia,
mari kita mulai.
Pemerintah RI dan BRIN, ayo memfasilitasi.
***
Bahan bacaan menginspirasi tulisan:
1.
‘Konimex
Bantah Obat Sirupnya Mengandung Bahan EG dan DEG’, detikfinance, Jumat 21 Okt.
2022, 09:49 WIB
2.
‘Kemenperin
Buka Suara Soal Kandungan EG dan DEG pada Obat Sirop’, CNN Indonesia, Jumat, 21
Okt, 2022, 19:06 WIB
3.
Patocka,
Jiri, et. al., 2010, Ethylene
glycol, hazardous substance in the household, National Library of
Medicine, Pubmed.gov
4. Harkat, Hamza, et. el., Jan., 29, 2022, Assessment of Biochemical Composition and Antioxidant Properties of Algerian Date Palm (Phoenix dactylifera L.) Seed Oil, MDPI.com
aje-25Oktober2022
Komentar
Posting Komentar