Rhesus yang Pembeda

“...karena benar-benar unleashed the power of human's imagination.”

Inspirasi Ilmu Pengetahuan

Kalam Ilahiah sebagaimana tertera dalam kitab suci Al Qur'an, bersifat sebagai kesimpulan akhir, yang bisa menjadi inspirasi bagi orang-orang yang mengimaninya sebagai sumber ilmu pengetahuan, lalu menelaahnya sebagai bagian kebermanfaatan bagi manusia beserta seisi bumi.

Karena bersifat kesimpulan akhir, maka ketika suatu ayat pun surah suatu Firman Ilahiah turun ke bumi, seringkali termaknai tak mudah. Karena, benar-benar unleashed the power of human's imagination.

Firman-Firman Tuhan seperti;
  • Kisah Isra'-Mi'raj (surah Al-Israa & An-Najm), yang abad ke-20 baru disadari ada dualitas sifat cahaya dan kecepatan cahaya.
  • Kisah tentang alam semesta yang tercipta berupa tujuh lapis langit, yang abad ke-21 disadari akan fenomena Multiverse.
  • Kisah bumi terkena banjir bandang katastropi jaman nabi Nuh, yang diakui secara sains sebagai titik awal peradaban manusia modern setelah bahtera Nuh terdampar di bukit Juddi.
  • Kalam Ilahiah tentang api dari kayu yang hijau (dalam Yaasiin), yang menginspirasi tindakan Energi Hijau, yakni eksplorasi Sumber Daya Alam penghasil energi seperti batu bara, kudu diiringi dengan pemulihan Lingkungan Hidup.
  • Kalam Ilahiah tentang cahaya yang monokrom bisa terpilah menjadi polikrom melalui suatu media (prisma), sebagaimana dalam An-Nuur.
  • Kalam Ilahiah tentang makhluk melata yang ditebar di antara langit dan bumi, sebagaimana dalam Asy-Syuraa, yang mengindikasikan fenomena adanya Alien (makhluk asing luar angkasa).
  • Kalam Ilahiah tentang pintu masuk makhluk2 perusak bumi; Yakjuj-Makjuj (Gog Magog) dari dinding-dinding tinggi (langit), yang mengindikasikan adanya fenomena Wormhole (lubang cacing) / jembatan Einstein-Rosen.
  • ⁠Kalam Ilahiah tentang bintang sebagai pelempar iblis, setan dan jin. Mereka makhluk terbuat dari api, namun bisa terhalau, kalah sama api bintang yang berkualitas Plasma (apinya api). Ini bisa menjelaskan bahwa kualitas api neraka itu Plasma. Iblis, setan dan jin (nakal) yang terbuat dari api pun bisa luluh lantak karenanya. Bukan lantas karena terbuat dari api lalu mereka ketemu habitatnya. Bukan. Tapi tersiksa oleh api kualitas PlasmaOh iya, memang di laboratorium uji, kalo ada alat ICP (Inductively Coupled Plasma) itu ruangan ngga ada angker-angkernya.
  • Kalam Ilahiah tentang perlunya manusia menjaga kesetimbangan, sebagaimana tertera dalam Ar-Rahman, menginspirasi Abdul Jabbar Al Hayyan / Gebber, menemukan stoikiometri kesetimbangan kimia.
  • Termasuk keberadaan air hujan yang menginspirasi manusia perihal siklus alam berupa air hujan yang menunjang kehidupan dan kudu dijaga kesetimbangannya.
  • Dan masih banyak hal yang manusia bisa mengambil inspirasi ilmu pengetahuan dari Firman-Firman Tuhan yang tergurat Kalam-Kalam Ilahiah dalam kitab suci, Al Qur'an.

Dengan demikian, dalam konteks sebagai kitab maka Al Qur'an sendiri bisa menjadi rujukan atas suatu penelitian ilmiah. Mengacu pada sumber dogma, selain dari sumber-sumber acuan lainnya yakni penelitian-penelitian ilmiah oleh manusia sebelum-sebelumnya, yang tercatat dan resmi kepustakaannya.

“...mau tak mau kudu balik mengacu acuan dogmatis...”

Peran Manusia Langit Bagi Seisi Bumi

Nah, perihal penelitian tentang manusia pertama adalah nabi Adam, maka menarik pula disisipkan kisah sebagai Kalam Ilahiah dalam konteks bahwa nabi Adam adalah manusia langit, yang kemudian mendapat anugerah menghuni bumi guna memanusiakan para 'manusia' yang telah lebih dahulu menghuni bumi.

'Manusia' menggunakan tanda petik karena akal mereka masih belum tersentuh oleh ilmu pengetahuan manusia langit, nabi Adam.

Itu sebagai acuan dogmatis, bahwa nabi Adam bukan manusia pertama (di bumi), melainkan nabi pertama, makhluk langit pilihanNya agar membimbing 'manusia' di bumi. Agar, kelak sepenuhnya (sebagian besar) menjadi manusia, berilmu pengetahuan (sebagian) dari langit.

Dari sini, bisa terbayang terdapat proses asimilasi, sosial antara manusia langit dangan 'manusa' bumi, hingga bumi mengalami katastropi era nabi Nuh, yang dalam bahtera raksasa memuat para manusia (apakah keturunan galur langit maupun persilangan dengan manusia bumi), flora dan fauna, hingga terdampar di bukit Juddi, lalu peradaban manusia modern pun terawali.

Sejarah Nuh dan bahtera terdampar di bukit Juddi sudah diakui secara ilmiah sebagai momen awal peradaban manusia modern. Semacam titik 'menyerah' ilmuwan yang mau tak mau kudu balik mengacu acuan dogmatis, yakni kisah tentang nabi Nuh.

Adapun, perihal ilmu pengetahuan yang belum (sempat) maupun belum ada (minat) ilmuwan meneliti adalah pembeda antara galur murni manusia langit dengan galur persilangan manusia bumi.

Apabila merujuk silsilah, maka para nabi, rasul itu masuk kriteria galur murni manusia bumi, trah nabi Adam. Oleh karenanya dalam Qur'an ada sebutan Yaa Bani Adama (wahai keturunan Adam) dan Yaa Ayyuhalladzina Aamanuu (wahai orang-orang beriman).

Lalu, apakah manusia galur persilangan (manusia bumi), merasa rendah diri karena bukan trah manusia langit? Oh, tak usah khawatir demikian. Karena, kisah kasus pembunuhan pertama antara manusia di bumi, itu pencetusnya ya para keturunan manusia langit yakni; kisah Qabil membunuh Habil.

Menyiratkan ajakan Ilahiah, agar semua manusia tak kecil hati karena bukan sebagai keturunan manusia pilihanNya, melainkan berbesar hati karena mereka menjadi manusia beriman.

“...belum, malah tak akan pernah...”

Mengembara Kesimpulan Akhir

Selanjutnya, pembeda antara trah manusia langit dan manusia bumi, menarik diteliti dari golongan darah apakah Rhesus plus (Rh+) atau Rhesus negatif (Rh-). Dalam bumi, manusia yang memiliki golongan darah Rh- jumlahnya amat langka. Tak memiliki darah yang punya kualitas (menunjukkan DNA) Rhesus, golongan kera.

Penelitian bisa dilakukan dalam cakupan misal;

  • Berapa banyak penyandang golongan Rh- di area turunnya para nabi/rasul, wilayah timur tengah, misalnya. Lalu sebarannya bagaimana(?)
  • Hingga karakter melekat yang dimiliki oleh pemilik golongan darah Rh- bagaimana. Apakah (misal), secara umum memiliki karakter/perilaku yang  out of the box, inspiratif, teladan dalam cakupan kecil sekalipun. Karena mereka terindikasi memiliki guratan DNA murni dari langit.

Wacana tersebut di atas dalam cakupan kajian sebagai agama langit/Samawi (trah Ibrahim/Abrahamic Religion; Israil, Kristen dan Islam), yang ada kemiripan satu sama lain.

Sementara itu, dalam kajian agama bumi/Ardi seperti Hindu, adanya pengkastaan itu bisa mengindikasi pemaknaan fenomena alam atas adanya perbedaan (dalam banyak hal), perihal manusia trah langit dengan manusia trah bumi.

Jadi;

  1. Suatu penelitian ilmiah mengacu acuan dogmatis, keimanan, itu sah-sah saja. Bisa berkelindan menjadi suatu upaya proses menimba ilmu pengetahuan atas kesimpulan akhir, yakni Kalam-Kalam Ilahiah.
  2. Silang pendapat perihal keberadaan manusia langit dan bumi, dengan nabi Adam sebagai tolok ukur kajian, tetap menarik untuk diteliti.

Dengan, memadukan penelitiannya terhadap rekaman penelitian ilmiah yang memiliki kepustakaan sah. Penelitian tentang Rh+ dan Rh- sebagai variabelnya, misalnya.

Apakah lantas menjawab pertanyaan? Ya belum, malah tak akan pernah. Karena, kesimpulan akhir begitu dahsyatnya, representasi dari ilmu pengetahuan Ilahiah yang manusia tak akan pernah bisa meraihnya dengan sempurna.

Namun, tetap ada manfaat. Agar ilmu pengetahuan yang teraih, bisa membantu manusia hidup dengan perilaku imbang dalam bumi. Oleh karenanya ajakan untuk selalu berpikir, senantiasa menjadi bagian dari Firman-FirmanNya.

Laksana setitik cahaya sang surya dalam awan kelabu, Al Qur'an menjadi penerang jalan hidup dan sumber ilmu penetahuan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sugeng Tindak Pak Yahya

Balada Si Cangkem Asbak