Balada Si Cangkem Asbak

...cita rasa ringan ada manis-manisnya kayak saya...

Fully Effort

Saya dulu memang pernah merokok. Cuman gak keren. Soalnya rahang saya lebih maju, gugut bahasa Jawanya. Jadi pas hembusin asap rokok, arah asapnya pada ke atas, mirip asap lagi buat ngasepin iwak Pe, ikan pari asap.

Bila saya pengen asap rokoknya lurus biar keren kayak penampilan foto model iklan-iklan, ya saya kudu sedikit monyongin bibir. Pokoke  fully effort deh dulu saya kalo ngrokok.

Saya dulu merokok buat gaul sosial saja, gak pernah itu asap rokoknya saya hisap dalam-dalam. Pernah coba hisap dalam-dalam itu asap rokok, sontak saya batuk. Terus, ada rasa sensasi panas di kerongkongan. Naasnya, pas itu gak ada air buat diminum agar panas kerongkongan jadi teduh. Jadinya saya hanya nelan-nelan ludah sendiri, sambil meratapi nasib dalam hati.

Tapi herannya, pas itu rokoknya gak saya buang. Lha saya eman, itungannya harga sebatang mahal. Lagian bukan salah rokoknya kok. Saya aja yang sok-sok an isep dalem-dalem asap rokok biar kayak adegan iklan-iklan.

Sama, saya dulu pernah dapat julukan cangkem, mulut, asbak. Soalnya saya tipikal pria petualang, pengeksplorasi cita rasa banyak merk rokok. Kayak asbak, semua rokok pernah singgah di cangkem saya.

Merk rokok kretek idola saya dulu itu Djarum Super, soalnya cita rasa ringan ada manis-manisnya kayak saya, trus ada sensasi bunyi "kretek-kreteklirih pertanda cengkeh yang terbakar. Juga, sigaret kretek cap Djarum Super ini pas baru dibuka bungkusnya, sontak menyeruak ada sensasi aroma harum seperti pisang, buah kesukaan saya.


... Terus rasa penasaran itu kudu kejawab.

Selalu Ada Pengalaman Pertama

Saya mulai kenal rokok pas masih duduk kelas 5 Sekolah Dasar. Waktu itu ada acara hajatan selamatan Tahlilan di rumah saudara saya di Kediri kampung Bandar Lor sana, sehabis sembayang Isya.

Pas sesi suguhan selain beredar piring-piring berisi suguhan Rawon, the black soup, masakan sup terlezat sedunia yang berlimpah kuah gurih kehitaman, sesendok kecambah dan sambal serta setangkup krupuk udang. Juga, beredar gelas-gelas minum yang berisi berbatang-batang rokok kretek.

Beberapa gelas penuh berisi puluhan batang rokok itu menjadi suguhan yang sangat dinanti para tamu jemaah Tahlil, sebagai pelengkap setelah bersantap masakan cita rasa khas Nusantara, yang ditutup paripurna dengan hisapan dan kepulan asap sigaret kretek, yang juga khas karya anak bangsa.

Saya sedari kecil orangnya memang suka penasaran. Terus rasa penasaran itu kudu kejawab.

Waktu itu usai ritual Tahlil, saya melihat orang-orang pria dewasa pada mengobrol sambil asyik merokok, menghembus-hembuskan asap putih kecoklatan sehabis menuntaskan sepiring Rawon yang terlihat tandas menyisakan piring-piring kosong, yang membuat kucing-kucing hilang harapan hanya tatapan kosong. Saya pun serasa melihat pemandangan penuh kenikmatan, orang-orang yang tengah terjebak zona nyaman.

Demi menjawab rasa penasaran tentang sensai merokok itu seperti apa, maka setelah saya pun tolah-toleh ke kiri-kanan lalu kiri lagi buat memastikan. Lalu, mendongak ke atas depan dan menoleh ke belakang. Setelah yakin aman, saya pun diam-diam mengambil satu batang rokok dari dalam gelas yang tersaji di tengah-tengah hamparan tikar anyaman bambu, tempat para hadirin jemaah Tahlil duduk bersila.

Sebatang rokok filter pun saya simpan dalam saku kemeja koko buat pengajian. Saku kemeja koko yang ada dua kanan kiri letaknya di samping bawah badan, pas pinggang.

Besoknya, agak siang, setelah sarapan pecel tumpang khas Kediri, satu kota yang berumur sudah tua lebih dari 1200-an tahun usianya, saya diam-diam berjalan menuju pekarangan belakang rumah saudara saya. Jaman itu tahun 1970-an, banyak rumah masih punya pekarangan luas di halaman belakang, tempat jumbleng berada.


... "Wes metu ki?" Tanya dia memastikan...

Romansa Jumbleng

Ya, jumbleng, satu area kolam air yang tergenang, yang seringkali menyatu dengan area septic tank rumah. Jadi, pekarangan belakang rumah yang ada jumblengnya itu khas aromanya, yang setelah saya ambil kuliah jurusan kimia, baru saya paham itulah campuran aroma gas asam sulfida, amonia dan metana.

Aroma yang sungguh tak nyaman. Tapi, kekurangnyamanan area jumbleng terobati oleh teduh rindangnya aneka pepohonan. Seperti mangga, sirsak, alpukat, sawo, pepaya dan lain-lain yang saya jumpai di area jumbleng pekarangan belakang rumah Pak De saya itu.

Oh iya, jumbleng semasa saya kecil, sering juga buat tempat buang hajat besar, pas malam-malam. Jaman itu wc keluarga cuman satu saja, sementara seisi rumah bisa dihuni oleh 5 sampai 8 orang. Belum kalo pas kedatangan sanak saudara pas ada acara hajatan, bisa sampai selusin, 12-an orang tinggal serumah.

Nah, pas malam hari biasanya serangan panggilan alam tiba menyapa penghuni rumah, baik keluarga pemilik maupun tamu-tamunya. Sementara itu, WC jongkok cuman satu. Jadinya, kalo pas kebelet gak nahan antri, seperti yang pernah saya alami, bahkan saya sambil gerak jalan bolak-balik balik kanan di depan pintu WC yang ada orang di dalamnya, juga tetep gak nahan, maka saya bangunin kakak sepupu buat nemenin saya buang hajat, pup di jumbleng belakang.

Malam-malam pas gak ada sinar bulan, perjalanan menyusuri jumbleng adalah tantangan. Kudu bawa lampu senter atau bawa lampu api ublik, sentir di tangan. Kalo bawa api obor malah lebay, kayak ada peristiwa malam-malam di perkampungan. Ini juga peristiwa tapi sekedar kebelet buang pup malam-malam.

Dialog ditengah aksi buang hajat malam-malan di jumbleng itu seringkali seperti begini; 
"Wis metu ugung?" Tanya sepupu laki-laki saya sambil pegangin lampu ublik. Sementara saya jongkok sambil ngeden pegangin senter menyala sesekali saya main-mainkan mengitari jumbleng, cahayanya memantul ranting dedaunan yang tampak muram ditengah malam.

"Ugung." Jawab saya singkat, suara saya ada kesan lagi ngeden.

Tak lama kemudian, terdengar tarikan hembusan napas yang cepat-cepat dari sepupu saya, pertanda dia sedang membaui aroma tak nyaman.

"Wes metu ki?" Tanya dia memastikan.

"Wes...." Jawab saya gak ngeden lagi, karena lega toksin dalam usus saya sudah keluar menuju genangan air dalam jumbleng"Plung plung plung..."

"Haa!!... Wes kono gek ndang cawik..." Pinta sepupu saya sambil telapak tangannya kibas-kibas, tutup-tutup hidung demi mengusir aroma tak sedap yang berasal bukan dari dalam tubuhya. Lain dengan saya yang memaklumi aroma yang demikian, toh itu keluar dari dalam badan saya.

"Sik ngenteni metu jemek-jemek e..." Tukas saya meminta kakak sepupu saya bersabar sebentar lagi menunggu proses buang hajat saya tuntas, tas, tas, tas.

Baru setelah itu saya cebok pake gayung yang air sumur bersihnya sudah ditaruh dalam ember, yang saya tenteng selama perjalanan menuju jumbleng.

Jaman itu juga belum ada sabun cair, jadi saya bawa sabun colek buat bilas setelah cebok. Rasanya agak panas itu sabun colek, juga ada kasar-kasarnya. Maklum, itu sabun colek buat buat nyuci nyikat baju celana. Begitu buat bilas kulit ya rasanya panas dan ada kayak pasir-pasirnya gitu. Tapi ya gak papa, yang penting bersih.

Setelah itu saya dan kakak sepupu balik lagi ke rumah, cuci kaki lagi habis kena rumput ilalang tanah becek area jumbleng, lalu lanjut meneruskan alur kisah mimpi, yang ternyata pas bermimpi lagi, alur kisah mimpinya berbeda dari sebelumnya.


... Hangat di lidah dan rongga mulut,...

Menjawab Keingintahuan

Di tepi jumbleng di bawah pohon rindang sambil duduk di atas batu ditengah kesunyian pagi itulah pertama saya mencoba rokok pertama kali dalam hidup saya. Merk terbaca pada batang rokok yang saya sembunyikan semalaman adalah Djarum Super.

Mulai saya menyalakan api dari korek api kayu dalam wadah kotak warna biru tua, yang ada gambar orang hitam lagi manggul gentong hitam berjalan di tengah kebun kelapa.

Saya cium aroma sebatang rokok kretek ini, baunya wangi khas rokok kretek, ada kesan aroma buah pisang. Lalu, saya sulut dengan api korek itu ujung depan rokok yang sudah nangkring dalam mulut saya.

Terus, saya hisap perlahan sebatang Djarum Super sebagai pengalaman pertama saya menikmati sigaret kretek filter. "Kretek...Kretek...Kretek..." Terdengar suara lirih cengkeh dan tembakau yang terbakar seiring tarikan hisapan yang asapnya memenuhi rongga mulut saya.

"Hfffuuuuuhh..." Saya mendongak lalu hembuskan lagi asap sigaret kretek ini pelan-pelan, keluar meninggalkan mulut saya, membentuk semburan asap mungil memanjang. Aroma, cita rasa dan sensasi pertama merokok pun saya rasakan. Hangat di lidah dan rongga mulut, rasa sedikit sensasi pedas sekaligus gurih.

Selebihnya, saya cuman asyik main-main buang asap, dengan gaya pelan-pelan selayaknya orang-orang dewasa yang saya lihat asyik merokok sambil ngobrol semalam. Bedanya, kali ini saya sendirian, cuman merokok main asap sendirian, asyik ngobrol dengan diri sendiri ditengah suara angin menyapu ranting dedaunan dan sesekali terdengar suara cuitan burung lalu lalang. 

Juga, suara dari kejauhan ibu saya yang mencari-cari saya; "Yudi ki neng ndi to bocah e? Arep tak jak nang nDonayan ben ketemu Lik e....". Tapi saya diam saja dalam keheningan wilayah jumbleng dan rindang pepohonan. Lha daripada saya ketahuan. 

Setelah hari itu, saya gak pernah coba merokok lagi, karena rasa penasaran sensasi merokok telah terjawab.


...Bilang sama ibu mana bisa saya berbohong.

Bertualang Cita Rasa

Hingga, sewaktu SMA usia 17-an, dalam satu acara kegiatan kepemudaan berupa peresmian sebuah monumen perjuangan Angkatan Kepolisian Republik Indonesia. AKRI, di wilayah Lumajang, mendadak rasa penasaran merokok itu mendera lagi. Kali ini saya coba merokok sigaret kretek tanpa filter, merk Gudang Garam merah tanpa filter. Satu merk kretek yang melegenda buatan kota Kediri.

Nasib membawa saya ketahuan kedua orang tua, sepulang kegiatan itu. Gara-garanya, saya menyimpan korek api di dalam celana jeans dan tertinggal di dalamnya hingga masuk tempat cucian.

"Lho, Le... Ini mbaknya nemu korek buat apa?" Tanya ibu saya sambil menunjukkan korek api yang lupa saya hilangkan jejaknya.

"Oh itu kemarin pas di Lumajang saya nyoba sebatang kretek, Bu..." Jawab saya jujur. Bilang sama ibu mana bisa saya berbohong.

"Lho alaah... Sudah remaja kamu ya Le. Ngerokok itu ada waktunya. Sekarang tugas kamu sekolah, belajar." Gitu pesan ibu saya.

Sejak itu selama sekolah SMA sampai kuliah saya ndak pernah menyentuh yang namanya rokok. Lha saya dapat amanah belajar. Bisa aja sih diplesetin belajar merokok. Tapi kan sudah pernah saya lakukan.

Hingga saya mendapat kerja dan penghasilan, rasa ingin mencoba rokok lagi itu tak tertahankan. Sejak itu pula merokok menjadi kegiatan saya untuk menjalin pertemanan, kenalan baik di tempat kerja maupun lingkungan tempat tinggal.

Pun, berbagai merk rokok saya coba pula sejak itu. Mulai dari sigaret kretek paling populer Gudang Garam International atau disebut Garpit, juga Gudang Garam mini, Dji Sam Soe, Djarum 76 sampai rokok kretek underrated cap Trubus Alami buatan Tulung Agung dan cap Ares buatan kota Malang kesukaan warga Kendal Kerep sampai daerah Puro-Puroan sana kayak; Madyo Puro, Lesan Puro dan sebagainya.

Tak hanya sigaret kretek, saya juga bertualang cita rasa aneka merk tokok putih macam; Marlboro, Lucky Strike, Commodore, 555 rokok kesukaannya Bung Karno presiden pertama RI, hingga cap Kansas buatan kota Malang.

Waktu itu tahun 1990-an awal harga sebungkus Gudang Garam International masih Rp. 1.050,-. Sementara Djarum Super lebih murah seharga Rp. 950,- per bungkus. Adapun paling mahal adalah Marlboro Rp. 1.500,- per bungkus senilai kurs 1 USD kala itu. Adalagi Marlboro versi impor yang ringan banget cepet habis terkena angin dibandrol Rp. 2.500,-

Harga-harga rokok segitu pada tahun 1990-an awal dengan rentang kurs Rp. 1.500,- / 1 USD atau gaji pokok PNS golongan IIIA sekira Rp. 120.000,- per bulan.


...berasal dari resep rahasia saus yang mengandung TAR...

Beda Kretek dan Putih

Tetap bagi saya, cita rasa sigaret kretek yang cocok itu Djarum Super, meski aroma asapnya tajam bisa nempel di baju yang saya kenakan, seharian. Juga, baju dan celana saya beberapa kali bolong-bolong terhinggap rajangan halus cengkeh yang terbakar lalu terbang nakal terkena angin hinggap di atas kain.

Sementara untuk rokok putih saya suka Kansas yang ada cap gambar kuda berlari kencang. Rokok putih buatan kota Malang ini punya cita rasa relatif berat dan gurih dibanding merk rokok putih lainnya yang cita rasanya mirip serta ringan, lekas habis jika tersapu angin.

Dinamakan rokok putih, bukan karena Dina iseng kebangetan, ya. Tapi karena asap rokok putih yang keluar dari hembusan mulut pun hidung penikmatnya, warnanya tampak putih dibanding asap rokok kretek yang putih kecoklatan karena mengandung TAR yang lebih tinggi.

TAR, sebutan nama bahan kimia sintetis dari resep rahasia saus yang ditambahkan dalam racikan rajangan tembakau dan cengkih dalam setiap batang sigaret kretek. Cita rasa khas rokok kretek yang hanya diproduksi di Indonesia, berasal dari resep rahasia saus yang mengandung TAR ini.

Sementara rokok putih, buah karya lisensi dari luar negeri apakah Amerika Serikat, Inggris, Eropa, Jepang, Cina dan lain sebagainya, kandungan TARnya relatif lebih sedikit dibanding yang terkandung dalam setiap batang sigaret kretek.

Namun demikian, kandungan senyawaan Nikotin baik rokok kretek maupun rokok putih relatif sama. Kecuali, untuk produk rokok yang dibuat ringan, rendah kandungan Nikotin juga TAR, yang membuat cita rasanya jauh lebih ringan, tak menyebabkan batuk jika dihisap dalam-dalam asapnya oleh seorang perokok sejati.


...Mirip dengan konsumsi produk makanan minuman rendah gula pun rendah kalori.

Langkah Pragmatis Menekan Senyawaan

Dalam hal mindset serta fakta bahwa merokok itu bisa menurunkan kesehatan, telah menjadi dilema tersendiri dan menuai perdebatan yang berkepanjangan, apabila dikaitkan dengan kapasitas industri rokok dalam menyumbang pajak bagi negara serta keberadaannya yang bisa menyerap banyak tenaga kerja.

Hanya saja memang, kegiatan merokok di Indonesia sejak kisaran tahun 2010-an menjadi suatu kegiatan yang tak mudah dilakukan di tempat-tempat umum.

Di dalam mol, di bandara, di stasiun, di rumah makan, di bioskop, di perkantoran, di tempat olah raga, di dalam sarana trasportasi umum, di hotel pun penginapan dan lain sebagainya, maka perokok aktif mendapat tekanan tersendiri berupa larangan dengan denda tinggi bagi pelanggarnya dalam bentuk aturan dan pelaksanaannya yang ketat, diawasi oleh petugas yang terlatih dan berwenang.

Memang disediakan tempat khusus bagi perokok yang tak kuasa menahan hasrat menikmati cita rasa nikmat asap rokok yang bersanding Nikotin dan TARNamun, tentunya tak bisa menikmati dengan jenak leluasa santai rileks, karena tempat khusus itu dirancang sedemikian hingga orang-orang bukan perokok yang berlalu lalang, bisa melihat mereka dengan kepulan-kepulan asapnya.

"Tuh orang di dalem situ ngapain asep rokok diisep, habis itu dihembusin keluar lagi. Diisep terus ditelan kan beres urusan." Gitu kata orang-orang bukan perokok dalam hati, demi melihat para 'terdakwa' di dalam smoking area menikmati asap-asap penuh cita rasa.

"Ya jelas dikeluarin lagi dong asepnya Say.... Kalo ditelan lagi, emang permen?" Gitu sanggah para perokok dalam smoking area. Sama, sanggahannya juga masih dalam hati.

Tercatat, sejak tahun 1988-an, perusahaan raksasa rokok kretek Sampoerna menjadi pelopor produksi rokok rendah Nikotin dan TAR dalam bentuk lintingan batang rokok yang mungil, cukup menyelilit di bibir.

Sampoerna A dulu nama produk pertama jenis lintingan batang rokok yang mungil, yang lalu berlanjut pada awal tahun 1990-an terinovasi menjadi rokok rendah Nikotin dan TAR dengan embel-embel 'Mild' yang menyertakan dalam setiap kemasannya. Sejak itu pula, trend produksi rokok kualitas 'Mild' menjadi laris dan ikonik bagi rentang usia orang muda hingga orang tua.

Seketika itu, mulai awal tahun 1990-an pula hampir semua merk sigaret kretek Indonesia termasuk produk lisensi rokok putih, punya varian produksi Mild, seiring dengan mindset masyarakat tentang bahaya aktifitas merokok dan penyadaran untuk hidup lebih sehat.

Semacam metode untuk melatih kebiasaan merokok dengan jenis rokok rendah Nikotin dan TAR. Mirip dengan konsumsi produk makanan minuman rendah gula pun rendah kalori. Padahal baik rokok maupun makanan minuman yang demikian itu sekedar sarana. Sementara itu, perilaku menikmati rokok dan makanan minuman yang terpandang menjauhi norma kesehatan, tetaplah berjalan.

Agak pragmatis memang, masih dalam tatanan membentuk mindset “menikmati rokok, makanan dan minuman rendah asupan kimiawi penurun kesehatan, berarti masih bikin sehat”. Mindset yang terbangun kuat lama-lama menjadi sugesti, yang turut memengaruhi terbangunnya kesehatan itu sendiri pula. Benar-benar pembuktian betapa dahsyat ungkapan kata hati.

Lalu, kualitas untuk membuat turun kandungan Nikotin dan TAR pada produksi rokok kretek tentu memberi pengaruh pada cita rasa.


...Lalu, inovasi tak berhenti...

National Heritage

Pada kisaran tengah hingga akhir tahun 2000–an kualitas cita rasa Gudang Garam International sempat berbeda, cenderung ringan, hambar, sepo bahasa Jawanya. Mungkin, karena pengaruh sentuhan pengelolaan manajemen generasi ketiga perusahaan rokok raksasa di kota Kediri itu turut memengaruhi cita rasa sigaret kretek yang dihasilkan, khususnya varian Gudang Garam International.

Semacam imbas dari mindset menikmati rokok dengan takaran Nikotin dan TAR lebih rendah, yang dipaksakan pada varian produk yang semestinya punya kualitas lebih berat, yang waktu itu punya penggemar tersendiri dengan slogan; "Kopi ku kental, musik ku keras, rokok ku mantab Gudang Garam International”. Baru pada kisaran tahun 2012-an cita rasa khas Gudang Garam International, balik lagi menyapa para penggemar beratnya.

Berubahnya kualitas cita rasa varian produk legendaris tersebut, menjadi indikasi bahwa dalam urusan mempertahankan kualitas cita rasa kretek, maka Gudang Garam masih tertinggal sama pesaing utamanya yakni Djarum asal kota Kudus. Varian kretek Djarum Super, misalnya, yang merupakan produk andalan berkualitas ekspor, maka cita rasanya gak pernah berubah.

Pernah muncul kualitas Djarum Super Mild pada tahun 2010-an, hanya saja cita rasanya nanggung, membuat penggemar produk Djarum lebih memilih varian LA Lights, yang meski susah dilafalkan pas hendak membelinya di lapak kelontongan, sebagai pilihan menikmati kretek jenis Mild.

Lalu, inovasi tak berhenti, hingga pada tahun 2020-an muncul varian kualitas ‘spin-off’ Djarum Super yang bernama Djarum Next, dengan sensasi cita rasa yang mirip namun jauh lebih berat daripada Djarum Super.

Bahkan, strategi memasarkan merk rokok pun dengan cara membangun persepsi akan satu khasiat yang tersembunyi dibalik stigma buruk. Seperti pernah dicantumkan sebagai tatanan kalimat introduksi produk dalam bungkus rokok merk Dji Sam Soe pada tahun 1990-an hingga sebelumnya.

Kalimat yang tersaji dalam bagian kemasan kretek Dji Sam Soe tanpa filter tersebut waktu itu bernada "terdapat manfaat menghisap rokok ini karena tidak menyebabkan batuk dan melonggarkan pernafasan, serta semakin disimpan lama menambah cita rasanya lebih enak."

Semenjak terdapat kebijakan pemerintah Indonesia yang membatasi kegiatan merokok di tempat-tempat publik serta meningkatnya kesadaran masyarakat secara umum, maka pada kisaran awal tahun 2000-an kalimat tersebut ditiadakan, diganti dengan tatanan kalimat yang bernada tanpa embel-embel khasiat dari tiap batang kretek Dji Sam Soe. Melainkan, kalimat umum yang menawarkan kenikmatan merokok kretek.

Akan halnya selipan kalimat "tidak menyebabkan batuk", bisa terindikasi dari aroma kretek Dji Sam Soe tanpa filter, yang berasa terdapat senyawaan Fenol, Phenolic Compound. Senyawaan kimia ini dalam takaran tepat, memang punya khasiat sebagai pereda batuk dan melonggarkan pernafasan.

Ada satu produk sigaret kretek yang juga melegenda namun underrated, tak begitu dikenal di Indonesia melainkan di wilayah-wilayah berhawa dingin di Jawa Tengah, pada poros kota-kota yang terletak di deretan pegunungan, yakni Wonosobo-Temanggung-Magelang, yaitu rokok  kretek filter cap Djeruk.

Sigaret Kretek Cap Djeruk yang Populer di Wilayah Dingin Pegunungan di Jawa Tengah. Sumber Foto - Arsip Pribadi.

Sejauh ini, beragam merk sigaret kretek buatan Indonesia, tepatnya yang kebanyakan buatan pabrikan rokok poros Jawa Tengah dan Jawa Timur, beserta sejarah inovasinya yang menghasilkan kualitas cita rasa yang khas, sangat berbeda dengan cita rasa rokok putih buatan luar Indonesia, maka saya setuju bahwa sigaret kretek adalah karya warisan budaya Nusantara. Kretek is a national heritage.


...Khasiat rokok inovasi anti toksin tersebut pun telah teruji...

Berkhasiat Dalam Bentuk Partikel Nano

Adapun kualitas cita rasa jenis rokok putih itu hambar semua, gak ada sensasi paduan rasa pedas, gurih pun manis bersanding aroma cengkeh. Namun, bisa jadi, rokok putih relatif lebih sehat dan aman karena kandungan TARnya yang jauh lebih rendah dibanding rokok kretek.

Bahkan, seorang profesor akademisi Universitas Brawijaya bernama Sutiman, pernah menginovasi rajangan tembakau hingga berukuran partikel nano, sebagai rokok anti toksin.

Khasiat rokok inovasi anti toksin tersebut pun telah teruji sebagai pengeluar racun dalam tubuh, meski menuai kontroversi karena proses anti toksin, yang dilakukan sambil menikmati rokok putih yang tanpa TAR. Melainkan hanya nikotin dari tembakau rajangan hingga berukuran partikel nano.

Adapun menikmati rokok jenis cerutu juga dinilai relatif lebih aman, karena bahannya tembakau asli, hanya terkandung nikotin tanpa TARJuga, cara menikmati cerutu, asapnya tak sampai dihisap dalam-dalam. Melainkan, cukup buat 'kumur-kumur’ mainin asap. Sambil ngobrol-ngobrol dengan sejawat pun kolega, sama ngopi-ngopi atau sambil menikmati anggur wine, bagi yang suka dan mampu membelinya.

Cerutu buatan Havana Kuba merk Cohiba, punya cita rasa yang halus, meski bikin pipi kempot pas menghisapnya bagi yang belum terbiasa, karena membutuhkan daya lebih kuat buat menghisap asap cerutu. Menjadi satu hikmah olah raga pipi sebenarnya menghisap asap cerutu itu.

Cerutu Cohiba Havana Kuba Punya Cita Rasa Halus dengan Aroma Harum. Foto Sumber - Arsip Pribadi

Adapun cerutu merk Ramayana buatan Jawa Tengah pun menjadi varian cerutu dengan cita rasa tembakau Nusantara yang patut dipertimbangkan, meski cita rasanya tentu masih jauh dengan Cohiba yang Havana Kuba itu. Tapi keduanya baik Jawa Tengah maupun Kuba, cerutu sama-sama membuat pipi lebih kempot pas menghisap asapnya. Hidup kempot!


...gambaran umum akan rentang luas cita rasa rokok...

Asap Memudar, Asa Berpendar

Rokok dengan aneka produk dan kualitas cita rasa, serta aktifitas merokok yang baik manfaat maupun mudaratnya sama-sama masih dalam tatanan adu argumentasi, keduanya sama-sama hasil ungkapan kreasi daya pikir manusia untuk mengolah anugerah herbal hasil isi bumi, lalu dinikmati sebagai satu wujud kebersyukuran.

Harapan saya bagi Anda para pembaca, rekan dan sahabat yang budiman, saat memilih menjadi perokok aktif, maka cukupkan memilih satu saja merk rokok apakah sigaret kretek ataupun rokok putih, sebagai teman meluangkan waktu, bersosial dan mencari inspirasi.

Cukuplah kiranya tulisan singkat ini menjadi gambaran umum akan rentang luas cita rasa rokok berbagai jenis dan merk.

Agar, sinyal alami pengadaptasi hadirnya senyawaan kimiawi asing dalam tubuh, yakni bagian dari sistem imun dalam tubuh, tak menjadi bingung, atas kehadiran beragam kualitas Nikotin juga TAR dan senyawaan aditif lainnya, yang mendadak suka berganti-ganti, tak ajeg.

Selebihnya, relakan asap rokok itu beterbangan memenuhi ruang angkasa, perlahan hilang naik ke atas sana. Selayaknya merelakan setiap kehendak pun angan-angan yang telah terpikirkan, namun semesta alam belum mengijinkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sugeng Tindak Pak Yahya

Ide Dalam Sarung