Kesatrian di Lapangan Pacuan Kuda

...wilayah plaza, hamparan tanah nan luas di kota Malang...

Hunian Kolonial di Lereng Gunung Kawi

Terletak di kawasan sejuk, tenang dan rindang di kota Malang adalah kesatrian dan asrama Brimob KiDak X-25 / Kompi 5111 yang berdampingan dengan asrama unit Perintis, terletak di Jl. Pahlawan Trip atau pada jaman koloni Belanda dikenal dengan Salak Straat, Jl. Salak.

Kawasan yang juga hunian khusus bagi koloni Belanda dan warga Eropa pada masa Indonesia masih bernama Hindia Belanda ini, masuk dalam jajaran jalan yang memiliki nama-nama gunung, seperti Jl. Ijen, Jl. Dempo, Jl. Rinjani, Jl. Gede, Jl. Welirang, Jl. Lawu, Jl. Merapi, Jl. Bromo, Jl. Merbabu, Jl. Raung, Jl. Wilis. Di kawasan ini banyak bangunan yang memiliki arsitektur khas masa kolonial, hunian bagi warga Eropa yang mengakomodasi tata ruang yang ramah dengan iklim tropis.

Adalah Jl. Ijen yang menjadi kawasan ikonik kota Malang hingga saat ini. Ijen Boulevard sekarang banyak orang mengenalnya.

Suatu poros jalan raya boulevard yang dibangun pada kisaran awal tahun 1900, di wilayah plaza, hamparan tanah nan luas di kota Malang yang tata ruang dan wilayahnya sangat mirip atau bisa disebut sebagai miniatur kota Bandung.

Tak hanya menjadi kawasan hunian yang peruntukkan khusus bagi warga keturunan Belanda totok, kawasan Jl. Ijen dan sekitarnya dibangun dengan tata ruang dan wilayah kota mandiri yang terpadu dengan kawasan belanja, seperti Kayu Tangan dan pasar tradisional Oro-Oro Dowo.

Foto udara circa akhir tahun 1930-an kota Malang. Tampak wilayah Ijen Boulevard dan arena pacuan kuda yang kelak menjadi kesatrian Mobrig / Brimob KiDak X-25 / kompi 5111 Malang. Lingkaran biru area kesatrian Brimob Kompi 5111 dan Unit Perintis. Lingkaran hijau; gereja Katedral di Ijen Boulevard. Lingkaran kuning; gerbang masuk arena pacuan kuda, sekarang gerbang masuk Politeknik Kesehatan. Lingkaran merah; stadion Gajayana.

Lalu, Jl. Ijen juga tak jauh dengan kawasan perkantoran pemerintah kota serta sekolah yakni gedung walikota dan sekolah SMA Tugu dengan sebuah alun-alun kecil yang lebih dikenal dengan alun-alun tugu, lebih tepatnya sebagai area perputaran kendaraan sarana transportasi.

Serta tak jauh pula dengan sarana stasiun kereta api antar kota dan tentunya wilayah pusat niaga dan keramaian yakni alun-alun besar yang tak jauh dengan pasar besar dan dikelilingi oleh perkantoran, hotel, sarana ibadah seperti masjid Jami’ dan gereja Katedral.

Kawasan Ijen Boulevard secara kontur tanah wilayah kota Malang yang notabene adalah lereng gunung Kawi, maka kawasan elit tersebut berada di tengah-tengah antara dataran tinggi, di mana terdapat tempat-tempat pengolahan air bersih dan minum. Serta dataran yang lebih rendah yakni kawasan menuju perkantoran, niaga dan keramaian.

Dengan demikian, kawasan Ijen Boulevard dan sekitarnya, yakni jalan-jalan bernama pegunungan di Hindia Belanda, sangatlah strategis dan diperuntukkan khusus bagi warga Eropa yang berkoloni di kota Malang, pada masa penjajahan Indonesia.


...kawasan hunian ini berganti menjadi Jl. Pahlawan Trip.

Jalan dan Makam Menghormati Pahlawan

Adalah sebuah lapangan pacuan kuda yang terletak di Jl. Salak tak jauh dari sebuah gereja Katedral, yang tak lama pasca masa revolusi mempertahankan proklamasi kemerdekaan de facto 17Agustus1945, saat agresi militer pertama dan kedua kisaran tahun 1947-1949, serta setelah pemerintah kerajaan Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia secara de jure pada 27 Desember 1949, maka kawasan pacuan kuda tersebut berubah menjadi kesatrian dan asrama bagi satu kompi pasukan Mobile Brigade (Mobrig) angkatan Kepolisian Republik Indonesia.

Di kawasan pacuan kuda tersebut, khususnya di sepanjang Jl. Salak juga pernah terjadi aksi heroik, peperangan antara pasukan Tentara Pelajar Republik Indonesia (TRIP) dengan serdadu Belanda yang bersenjata lengkap dan terlatih pada 31 Juli 1947. Ratusan korban dari pihak pejuang TRIP dimakamkan dalam satu liang, di area Jl Salak, yang kemudian nama jalan raya bagi kawasan hunian ini berganti menjadi Jl. Pahlawan Trip.

Kesatrian dan Asrama Brimob Kompi 5111 Malang di Jl. Pahlawan Trip Malang circa 1993

Sampai sekarang area makam Pahlawan Trip masih ada dan dikenang sebagai semangat perjuangan anak bangsa lepas dari penjajahan. Di dalam taman makam Pahlawan Trip, terdapat prasasti tugu peringatan, yang diresmikan dan ditandatangani oleh presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Sukarno.

Berbeda dengan taman makam pahlawan Trip yang masih hingga sekarang sebagai simbol perjuangan, maka kesatrian dan asrama pasukan Brimob kompi 5111 Malang dan asrama unit Perintis kepolisian wilayah kota Malang, telah berpindah dan beralih fungsi menjadi hunian elit bagi warga yang mampu membeli tanah di wilayah itu dan membangun bagunan hunian dan bisnis, khususnya kuliner serta bersantai bersama kolega pun keluarga.

Sementara itu, kesatrian dan asrama Brimob kompi 5111, sejak kisaran tahun 1995 telah berpindah ke daerah Ampel Dento kabupaten Malang.


...tercatat memiliki banyak prestasi...

Masa Pertumbuhan di dalam Kesatrian Brimob

Penulis masih ingat persis kenangan masa kecil hingga remaja sebagai anak kolong penghuni asrama Brimob 5111 pada kisaran tahun 1970-an hingga 1990-an.

Masih ingat dan terngiang bunyi lonceng pertanda jam, kode panggilan siaga pasukan, juga tentunya bunyi lonceng gereja di sisi timur asrama pada waktu kisaran pukul 5 pagi, kemudian kisaran pukul 10 pagi dan pukul 5 sore, bersanding dengan lamat-lamat suara adzan di wilayah barat.

Masih ingat sewaktu Bapak saya hendak berangkat ke Timor-Timur pada kisaran awal tahun 1976 guna memenuhi panggilan tugas negara dalam operasi Seroja. Waktu itu suasana sedih menyelimuti wajah anak-anak dan ibunda mereka, merelakan dan mendoakan para ayah dan suami memenuhi panggilan ibu Pertiwi.

Suasana upacara di kesatrian Brimob Ki Dak X-25 / Kompi 5111 circa 1974.

Masih ingat pula dua tahun kemudian, sekitar pukul 2 dini hari penulis menunggu Bapak bersama rekan-rekan seperjuangan kembali dari tugas menjalani operasi Seroja. Perasaan terharu bercampur senang, bisa memeluk ayah tercinta yang pertama kali pangling dengan tampilan yang lebih berambut gondrong, brewokan dan bercambang.

Penulis masih ingat bersekolah bersama teman-teman satu sekolah dasar di SD Bhayangkari ranting 102 Malang, yang tak jauh dari asrama tempat tinggal, bersebelahan dengan gedung Pakri. Sekarang sarana sekolah dasar dan gedung tersebut beralih fungsi menjadi sekolah keagamaan.

Penulis bersama ayah dan rekan kerja, sepulang sekolah circa 1975.

Masih ingat pula betapa kesatrian Brimob Kompi 5111 memiliki lapangan rumput hijau serba guna nan luas, lebih dari dua kali lapangan sepak bola sebagai tempat berlatih pasukan seperti bela diri, menembak jitu, terjun tali dari helikopter, hingga sebagai sarana berkegiatan olah raga anak muda penghuni asrama maupun kolega muda mereka yang berminat dan berbakat pada berbagai cabang olah raga, seperti sepak bola, bola voli, atletik, bela diri hingga terjun payung.

Para pelatih kegiatan berolah raga itu adalah anggota Brimob kompi 5111, yang sempat melahirkan beberapa atlit nasional tahun 70-80-an seperti pelempar cakram Hadi Suroso, peterjun payung Sri Hartatik yang namanya sempat diabadikan sebagai nama sebuah sarana olah raga di Surabaya bernama Suhartatik sebelum berubah menjadi Gelora 10 Nopember dan atlit nasional pesilat wanita bernama Tri Wahyuni.

Seru menonton aksi latihan pemuda pegiat terjun payung kota Malang binaan anggota Brimob KiDak X-25. Foto circa 1974.

Tak hanya olah raga yang menjadi minat anak-anak asrama dan sekitarnya, namun juga dalam hal semangat menuntut ilmu pengetahuan di bangku sekolah.

Terbiasa terdidik disiplin dalam lingkungan kesatrian dan meneladani sikap para ayahanda mereka, maka anak-anak asrama Brimob kompi 5111 Malang juga tercatat memiliki banyak prestasi, hingga beberapa diantaranya mampu melanjutkan pendidikan tinggi di perguruan-perguruan tinggi ternama, seperti ITB, UGM, IPB, Univ. Lampung, Univ. Diponegoro, Univ. Brawijaya, IKIP Malang, IKIP Surabaya, Univ. Jember bahkan ada yang sampai menuntut ilmu di Univ. Cendrawasih di Papua, yang secara tak langsung menyemangati pula agar adik-adik mereka mengikuti jejak yang sama, dalam hal menuntut ilmu di sekolah.

Beberapa anak juga kelak mengikuti jejak ayahandanya sebagai anggota Polri, melalui pendidikan calon Tamtama pun Bintara di Sekolah-sekolah Polisi Negara. Generasi seangkatan saya dan beberapa tahun di atasnya pun setelahnya, belum terdapat anak asrama yang lulus masuk AKABRI Magelang ataupun AKPOL Semarang.

Suasana peringatan kemerdekaan RI tahun 1975 di poros Jl Pahlawan Trip kota Malang, tepat di depan kesatrian Brimob Ki Dak X-25 Malang


...tenang, nyaman dan terayomi...

Meneladani Semangat Delapan Penjuru Angin

Satu hal lagi yang menjadi keunikan kegiatan para sesepuh Brimob Kompi 5111 Malang adalah keberadaan suatu Yayasan yang bernama Panjura kepanjangan dari Delapan Penjuru Angin, satu lambang yang menyiratkan kesiapsiagaan anggota Brimob dalam penugasan negara, penempatan di mana saja, ibarat keberadaan 8 arah mata angin.

Yayasan Panjura masih eksis hingga kini, dikelola oleh putra dan putri para pendiri Yayasan yang berdiri pada tahun 1971 tersebut.

Pemeriksaan sarana/prasarana Tim SAR Brimob KiDak X-25 Malang oleh DanKi Bapak Marsam (memegang perahu karet-SAR), yang juga pejuang kemerdekaan RI di wilayah Jawa Timur. Foto circa 1974.

Tak hanya aktif mengelola pertanian, perkebunan, peternakan, maka tahun 1970 hingga 1990-an, Yayasan Panjura juga terkenal aktif mengelola sarana hiburan yang sangat merakyat dalam bentuk bioskop misbar, yang sempat menjadi ikon kota Malang dan sekitarnya, saking banyak penggemarnya pada masa-masa sebelum televisi swasta merajalela.

Kedua bioskop tersebut bernama Tenun teater dan Kelud teater yang lebih akrab disebut Dulek, kebalikan baca dari Kelud.

Generasi kota Malang ataupun anak-anak muda yang pernah menempuh sekolah di Malang pada tahun 1970 - 1980-an, seringkali memiliki nostalgia akan keberadaan bioskop Dulek ini, dengan suasana romansa misbar berhawa sejuk di bawah langit bertaburan bintang-bintang.

Sekarang keberadaan bioskop Tenun dan Kelud tinggal kenangan, sesekali menjadi tempat ajang pentas seni di kota Malang, di lahan terbuka.

Suasana pintu masuk sarana hiburan Amanat Penderitaan Rakyat, acara Gala Premiere bioskop Tenun di kota Malang yang dikelola oleh Yayasan Panjura dan dijaga oleh anggota Brimob Ki Dak X-25 Malang. Brimob selalu ada di hati dan bersama rakyat. Foto circa 1971

After All, penulis sangat bersyukur pernah menikmati serunya tinggal di sebuah asrama sekaligus kesatrian Brimob Polri, yang menggurat ingatan mendalam dalam banyak hal yang menyenangkan. Termasuk perasaan tenang, nyaman dan terayomi kala memandang seragam warna coklat tanah nan membumi, khas Polri.

Selamat hari Bhayangkara Kepolisian Republik Indonesia ke-78, 1 Juli 1946 - 1 Juli 2024.











Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sugeng Tindak Pak Yahya

Balada Si Cangkem Asbak