Memastikan Presisi dan Akurasi Terhadap Hasil Uji
Tatanan Mendasar untuk
Menjamin Mutu Laboratorium Penguji
...merupakan kebutuhan yang perlu dipenuhi bagi calon pengguna maupun konsumen.
Pembaca yang budiman,
Dalam kehidupan sehari-hari, sering ditemui angka-angka yang tercantum baik dalam selembar kertas sertifikat, kertas non sertifikat, sertifikat berbentuk salinan lunak yang dapat diunduh dari suatu situs lembaga penguji independen, hingga pada kemasan produk tertentu, makanan dan minuman misalnya.
Angka-angka yang tercantum, mewakili kandungan parameter uji tertentu baik yang bersifat fisik, biologi maupun kimiawi. Tak hanya angka, maka satuan ukuran kandungan parameter uji tersebut juga tercantum, sebagai informasi sifat umum suatu produk yang akan digunakan maupun dikonsumsi. Produk tersebut bersifat membahayakan makluk hidup juga lingkungan hidup, atau tidak.
Dengan demikian, memercayai angka-angka beserta satuan kandungan parameter uji tersebut di dalam produk, yang mewakili kualitas produk itu sendiri, merupakan kebutuhan yang perlu dipenuhi bagi calon pengguna maupun konsumen.
Wawasan tentang bagaimana suatu laboratorium penguji berkinerja untuk mencapai praktik laboratorium yang baik (Good Laboratory Practice / GLP), diharapkan menjadi pengetahuan tersendiri, khususnya dalam upaya untuk memaknai angka-angka hasil uji yang dapat dipercaya.
Sehingga, sebagai calon pengguna maupun calon konsumen, kita bisa mendapatkan produk yang berkualitas sesuai kebutuhan, serta tetap aman dan selamat ketika menggunakan atau mengkonsumsi produk tersebut.
Tulisan berikut tentang tatanan mendasar bagi laboratorium penguji untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan, yakni berupa hasil-hasil pengujian.
Suatu laboratorium penguji yang memenuhi tatanan tersebut, bisa diakui sebagai produsen hasil uji yang terpercaya, melalui kinerja GLP.
Apa saja dan bagaimana cara tatanan mendasar tersebut bekerja, mari kita simak bersama.
...bersanding sejajar dengan rumus-rumus lain yang dinilai telah mengubah dunia.
Distribusi Normal
Mengulang beberapa kali perlakuan analisa kuantitatif terhadap suatu parameter kimia yang terdapat dalam sampel uji yang sama, dengan menggunakan metode acuan tertentu dan dalam kondisi yang sama, maka hasil-hasil analisa tersebut akan tersebar acak di sekitar nilai rata-rata.
Sebaran nilai hasil analisa yang terdistribusi sebarang tersebut, disebabkan oleh kesalahan yang tidak terkendali, baik itu berupa kesalahan sistematik ataupun kesalahan acak.
Apabila kekerapan sebaran nilai-nilai hasil analisa yang terdistribusi acak tersebut tersebut disusun menjadi suatu diagram, maka akan dihasilkan suatu kurva berbentuk lonceng (a bell – shaped curve) atau yang lebih dikenal dengan sebutan; kurva Gauss (Gaussian Curve).
Bernama
kurva Gauss, demi menghormati karya temuan dari seorang matematikawan asal
Jerman pada awal abad 19, bernama Carl Frederich Gauss. Penemuannya tentang
fenomena sebaran data-data hasil pengamatan maupun pengujian yang seolah
sebarang namun ternyata sistematis, telah dibakukan melalui satu persamaan
bernama Distribusi Normal. Persamaan matematis ini digunakan hingga sekarang,
bersanding sejajar dengan rumus-rumus lain yang dinilai telah mengubah dunia.
Distribusi Normal Masuk Dalam Daftar 17 Persamaan yang Mengubah Dunia |
Kurva Gauss memiliki parameter karakteristik, yaitu nilai Rata-Rata (µ) dan nilai Simpangan Baku (σ).
Kedua nilai tersebut, menjadi tolok ukur sebaran data yang menempati rentang luasan kurva, apakah dalam cakupan luas 68%, 95% ataukah 99,7% dari luas kurva. Ketiga prosentase ini, masing-masing mewakili Tingkat Kepercayaan (Confidence Level) data-data yang tersebar acak dalam kurva berbentuk lonceng tersebut.
Gambar 1. Sebaran Data per Tingkat Kepercayaan (Confidence Level) |
Adapun nilai Rata – Rata dari sebaran data adalah;
Dimana; x adalah data uji dan n adalah jumlah populasi uji.
Sementara,
perbedaan dari nilai-nilai data yang tersebar acak dalam kurva Gauss,
ditetapkan menjadi nilai Varians (Variance), yaitu;
Faktor penyebut (n - 1) menjadi unik, karena mewakili 6 (enam) jumlah retang luasan Tingkat Kepercayaan sebagaimana Gambar 1. Sehingga, angka 6 menjadi jumlah minimum (n - 1). Dengan demikian, jumlah minimum populasi uji (n) adalah sebanyak 7 (tujuh).
Selanjutnya,
total simpangan dari keseluruhan selisih yang terdapat dalam keseluruhan data
yang tersebar acak tersebut, ditetapkan sebagai nilai Simpangan Baku atau sering
disebut Standar Deviasi (Standar
Deviation) , yaitu;
Penetapan Standar Deviasi menjadi penting. Karena tak hanya bermanfaat untuk menetapkan rentang Tingkat Kepercayaan sebaran data dalam kurva Distribusi Normal, namun juga sebagai nilai acuan untuk menguji sebuah hipotesa dalam suatu penelitian.
Terdapat empat orang yang mengaku sebagai penembak jitu sedang berlomba...
Pengertian Presisi dan
Akurasi
Menjamin Presisi dan Akurasi terhadap hasil uji, merupakan kunci kinerja utama dalam mengelola suatu laboratorium penguji parameter kimiawi, melalui pelaksanaan Kendali Mutu (Quality Control) yang tepat.
Presisi
Data-data yang tersebar acak dalam ketiga rentang cakupan Tingkat Kepercayaan dalam kurva Gauss, menunjukkan tingkat ketelitian dari suatu proses kerja yang menghasilkan data-data tersebut.
Dalam Tingkat Kepercayaan 68%, maka seluas 68% area kurva Gauss tertutup oleh data-data yang menyebar di sekitar nilai Rata-Rata dengan selisih + 1 Standar Deviasi.
Gambar 2. Sebaran Data di Area Tingkat Kepercayaan 68% |
Nilai
yang dihasilkan disebut pula sebagai Simpangan Relatif atau Koefisien Variasi.
Demikian pula pada Tingkat Kepercayaan 95 %, maka seluas 95% area kurva Gauss tertutup oleh data-data yang menyebar di sekitar nilai Rata-Rata dengan selisih + 2 Standar Deviasi.
Gambar 3. Sebaran Data di Area Tingkat Kepercayaan 95% |
Sehingga,
nilai %Presisi pada tingkat kepercayaan 95% dapat dihitung melalui persamaan
berikut;
Untuk pengujian terhadap parameter kimiawi yang bersifat Geokimia atau sampel uji yang bersifat bahan padat maupun semi padat, maka pada umumnya data-data hasil uji menyebar dalam rentang cakupan Tingkat Kepercayaan 95%.
Sedangkan pada Tingkat Kepercayaan 99,7 %, maka seluas 99,7% area kurva Gauss tertutup oleh data-data yang menyebar di sekitar nilai Rata-Rata dengan selisih + 3 Standar Deviasi.
Gambar 4. Sebaran Data di Area Tingkat Kepercayaan 99,7% |
Sehingga,
nilai %Presisi pada tingkat kepercayaan 99,7% dapat dihitung melalui persamaan
berikut;
Untuk pengujian terhadap parameter kimiawi yang bersifat bahan cair, seperti cairan maupun larutan, maka seringkali data-data hasil uji menyebar dalam rentang cakupan Tingkat Kepercayaan 95%.
Pemahaman
tentang %Presisi memberikan pengertian bahwa semakin tinggi nilai %Presisi,
maka menunjukkan sebaran data yang semakin meluas dari nilai Rata-Rata
keseluruhan data.
Semakin data-data menyebar menjauhi nilai Rata-Rata, menjadi indikasi penurunan kualitas ketelitian pada suatu proses kerja, dalam menghasilkan data.
Sementara
itu, Tingkat Kepercayaan menjadi pilihan untuk meyakini fakta seberapa luas
area sebaran data yang didapat melalui suatu proses kerja.
Misal, sebaran data pada area Tingkat Kepercayaan 68%, maka dapat dinilai sebagai data-data yang relatif lebih teliti dibanding data-data yang tersebar pada area Tingkat Kepercayaan 99,7%.
Data-data yang dihasilkan dari proses kerja yang teliti, merupakan data-data yang memiliki sifat kemampuan ulang (Repeatability) yang baik.
Sehingga makna Presisi dalam sebuah proses kerja laboratorium penguji parameter kimiawi, ditetapkan melalui kinerja pengulangan analisa terhadap sampel uji yang sama, menggunakan metode uji yang sama pula.
Dalam upaya memastikan Presisi, maka selain menghasilkan data-data yang memiliki Repatibility yang baik, penting pula untuk memastikan kinerja orang-orang yang memiliki kontribusi terhadap pelaksanaan suatu metode pengujian.
Akurasi
Secara
umum, pengertian dari Akurasi adalah sejauh mana data-data bersifat Repeatibility yang baik, telah mendekati nilai yang sebenarnya (True
Value).
Dari pengertian tersebut, maka menentukan Akurasi bisa dilakukan dengan cara menggunakan Standard Refference Material (SRM), sebagai bahan acuan baku dalam setiap melaksanakan metode pengujian.
Dalam upaya menjamin Akurasi, maka SRM bisa dibuat dari turunan sebuah Certified Refference Material (CRM), yakni bahan acuan baku yang memiliki nilai tersertifikasi.
Sebagai
bahan acuan baku yang berharga relatif mahal untuk menjamin Akurasi hasil uji, maka
terdapat lembaga-lembaga khusus yang telah terakreditasi baik nasional maupun
internasional, sebagai produsen ataupun penjual CRM.
Ilustrasi Presisi dan Akurasi
Secara sederhana, pengertian Presisi dan Akurasi dapat digambarkan sebagai berikut;
Terdapat empat orang yang mengaku sebagai penembak jitu sedang berlomba, dengan penilaian hasil lomba melalui nilai Presisi dan Akurasi hasil bidikan terhadap sasaran.
Setelah perlombaan usai, terdapat empat buah hasil lomba yaitu :
1. Hasil
bidikan Tidak Presisi dan Tidak Akurat.
Hasil seperti ini menunjukkan kinerja laboratorium uji, yang sama sekali tanpa menggunakan bahan acuan standar dan tidak melakukan pengulangan.
2. Hasil
bidikan Presisi tapi Tidak Akurat.
Hasil seperti ini menunjukkan kinerja laboratorium uji, yang tanpa menggunakan bahan acuan standar, meski telah melakukan pengulangan.
3. Hasil
bidikan Tidak Presisi tapi Akurat.
Hasil seperti ini menunjukkan kinerja laboratorium uji, yang telah menggunakan bahan acuan standar, namun tak melakukan pengulangan.
4. Hasil
bidikan Presisi dan Akurat.
Hasil
seperti ini menunjukkan kinerja laboratorium uji, yang selain telah menggunakan
bahan acuan standar, juga melakukan pengulangan.
Gambar 5. Ilustrasi Hasil Bidikan Lomba Menembak |
... penentuan IDL, turut berkontribusi pada pemastian Presisi dan Akurasi hasil uji...
Pengertian Deteksi Limit
Deteksi Limit (Limit Detection) adalah nilai batas terendah konsentrasi suatu elemen dalam suatu sampel uji yang masih dapat terukur, menggunakan suatu instrumen penguji, dengan menerapkan metode uji tertentu.
Guna menjamin kualitas hasil uji yang Presisi dan Akurat, maka laboratorium penguji parameter kimia juga perlu menelusuri dan menetapkan Deteksi Limit, dengan beberapa kriteria sebagai berikut;
1. Instrumental Detection Limit
(IDL);
Yaitu, konsentrasi yang terbaca dari pengukuran sinyal pengganggu (noise) dari suatu larutan blangko (blank) pada instrumen yang digunakan. Besarnya nilai IDL adalah 3 (tiga) kali nilai Standar Deviasi blangko.
IDL = 3 * S (blangko) (7)
2. Method Detection Limit
(MDL);
Yaitu, konsentrasi yang diperoleh dari pengujian terhadap suatu sampel, dengan menerapkan metode uji secara utuh.
Penetapan MDL adalah dari analisa 7 (tujuh) kali ulangan terhadap suatu sampel, yang memiliki konsentrasi 2 (dua) hingga 5 (lima) kali lebih besar dari nilai IDL.
MDL = 3.14 * S (8)
Dimana
S adalah nilai Standar Deviasi dari
7 ulangan uji.
Angka 3.14 diperoleh dari tabulasi t-student, untuk n = 7, pada tingkat kepercayaan 99%.
3. Lower Limit Of Detection (LLD);
Yaitu, konsentrasi yang terbaca dari suatu sinyal yang besarnya di atas nilai rata- rata analisa blangko.
LLD = 2 * 1.645 * S (9)
Praktik Penentuan Deteksi Limit
Sebagai konsistensi untuk menerapkan Quality Control, maka minimal ada dua macam kriteria Deteksi Limit yang harus ditentukan, yaitu: IDL dan MDL.
Penentuan IDL
1. Siapkan
blangko reagen yang digunakan untuk menganalisa elemen maupun senyawa tertentu
dalam suatu sampel uji.
2. Lakukan
analisa minimal 7 (tujuh) buah blangko reagen. Analisa terhadap blanko
dilakukan selayaknya terhadap sampel, dengan menggunakan metode uji tertentu.
3. Catat
nilai Serapan (Absorbance) instrumen
yang digunakan. Seperti Spektrofotometer Ultra Violet, Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS).
Nilai
Serapan dapat dikonversi menjadi konsentrasi yang mengidikasikan adanya noise dalam larutan blangko, menggunakan
persamaan Regresi Linier atau Polinomial.
4. Tentukan
nilai Rata-rata dan Standar Deviasi.
5. Hitung
IDL menggunakan persamaan (7).
Gambar 6. Contoh Tabel Hasil Uji Blangko Reagen untuk Penentuan IDL. |
Penentuan MDL
1. Siapkan
Sampel Spiking Standard yang
berisikan blangko reagen dan cuplikan sampel uji dengan nilai konsentrasi Spike Level sebesar 2 - 5 kali diatas nilai
IDL yang telah ditemukan.
Lakukan
coba-coba (trial and error) untuk
menentukan konsentrasi diatas nilai IDL tersebut.
2. Siapkan
kurva Kalibrasi berdasarkan deret sampel Spiking
Standard yang memiliki nilai konsentrasi 2 - 5 kali diatas nilai IDL.
3. Analisa
7 ( tujuh ) buah sampel uji menggunakan metode yang sesuai.
4. Catat
nilai Serapan instrumen. Hitung konsentrasi sebenarnya berdasar plot terhadap persamaan dalam kurva Kalibrasi.
5. Tentukan
Nilai Rata – rata dan Nilai Standar Deviasi.
6. Hitung
MDL menggunakan persamaan (8).
Gambar 7a. Contoh Kurva Kalibrasi Regresi Linier untuk Penentuan MDL. Terdapat Intercept yang Lebih Tinggi dibanding Kurva Kalibrasi Penentuan IDL |
Gambar 7b. Contoh Langkah Perhitungan MDL |
Gambar 7c. Contoh Uji Diterima/Tidaknya Nilai MDL |
Kegunaan IDL dan MDL
1. Penentuan
nilai IDL, dapat meniadakan sinyal noise
yang dihasilkan oleh zat-zat pengotor dalam blangko reagen. Sehingga timbulnya Serapan
palsu dapat dihindari. Selain itu, IDL juga menjadi informasi penting atas
kemampuan baca yang sebenarnya dari instrumen yang digunakan.
2. Nilai
IDL dapat menjadi acuan penentuan konsentrasi awal kurva Kalibrasi untuk
analisa parameter kimia tertentu. Pembuatan deret konsentrasi bahan kurva
Kalibrasi yang telah melampaui sinyal noise
melalui penentuan IDL, turut berkontribusi pada pemastian Presisi dan Akurasi
hasil uji.
3. Menentukan
IDL, berarti mereduksi kesalahan Tipe I,
sebagaimana ilustrasi dalam Gambar 8 dan 9.
4. Menentukan
MDL, dapat mengetahui nilai konsentrasi terendah yang mampu teranalisa terhadap
suatu parameter uji kimiawi tertentu yang terkandung dalam sampel uji.
5. Menentukan
MDL setelah penentuan IDL, berarti mereduksi Kesalahan Tipe II, sebagaimana ilustrasi dalam Gambar 8 dan 9.
Gambar 8. Respon Noise instrumen terhadap waktu |
Gambar 9. Penentuan titik awal konsentrasi Kurva Kalibrasi yang telah meniadakan Noise |
Kesalahan Tipe I dapat direduksi dengan penentuan nilai IDL. Sedangkan Kesalahan Tipe II dapat direduksi dengan penentuan nilai MDL.
Kesalahan Tipe I dan Tipe II
Lebih
lanjut, kegunaan dari penentuan nilai Deteksi Limit untuk mereduksi kesalahan Tipe I dan Tipe II, dengan keterangan sebagai berikut;
1. Kesalahan Tipe I atau Kesalahan Alfa (α);
Disebut pula Kesalahan Positif, yang terjadi apabila suatu parameter uji kimiawi dilaporkan Terdeteksi. Padahal parameter uji tersebut Tidak Ada.
2. Kesalahan Tipe II atau Kesalahan Beta (β);
Disebut pula Kesalahan Negatif, yang terjadi jika suatu parameter uji kimiawi dilaporkan
Tidak Terdeteksi. Padahal parameter
uji kimiawi tersebut Ada.
Sesuai uraian dalam praktik penentuan IDL dan MDL, maka Kesalahan Tipe I dapat direduksi dengan penentuan nilai IDL. Sedangkan Kesalahan Tipe II dapat direduksi dengan penentuan nilai MDL.
Kesalahan Umum Dalam
Laboratorium Uji
Dalam suatu laboratorium Analisa, ada 2 (dua) jenis kesalahan utama yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Kesalahan Sistematik.
Kesalahan
yang terjadi akibat kegiatan sampling yang tak tepat.
Kesalahan ini dapat terjadi antara lain karena ketidaksesuaian metode sampling, kalibrasi alat sampling yang kadaluarsa, identitas sampel tidak jelas dan titik-titik lokasi sampling yang tak mewakili keseluruhan sampel.
2. Kesalahan Acak.
Kesalahan yang terjadi sehubungan dengan kegiatan analisa dalam laboratorium meliputi; kesalahan Operator atau Analis karena tanpa pernah mengikuti peningkatan kompetensi, kesalahan Instrumen karena tak pernah dikalibrasi, penggunaan reagen atau bahan penunjang analisa yang telah kadaluarsa, kesalahan memilih ataupun menerapkan metode uji, hingga faktor-faktor lain yang non teknis.
… dengan kata lain telah menjadi Pencilan (Outlier), maka ...
Program Kendali Mutu
Suatu
Laboratorium Uji yang andal dan terpercaya, memiliki program pengendalian
terhadap mutu (Quality Control) melalui
penerapan kinerja rutin sebagai berikut;
1. Memastikan
kompetensi (pengetahuan, kemampuan dan perilaku) setiap orang yang bekerja
dalam laboratorium uji.
Pengakuan
oleh pihak eksternal maupun internal dalam bentuk sertifikat pengakuan keahlian,
menjadi keharusan.
2. Penerapan
sistem Recovery of Known Addition /
Methods of Spiking Standard Analysis.
3. Penggunaan
bahan acuan standar yang disediakan internal ataupun oleh pihak eksternal yang
diakui, baik nasional maupun internasional.
4. Perlakuan
analisa ulangan / duplikat / duplo.
5. Analisa
blangko reagen, untuk penentuan IDL dan MDL.
6. Kalibrasi
peralatan kerja dan instrumen.
7. Menggunakan
bahan pendukung yang tidak kadaluarsa.
8. Penerapan
Bagan Kendali (Control Charts).
9. Berpartisipasi
aktif dalam kegiatan uji Profisiensi. Suatu
uji banding kinerja antar laboratorium uji, baik yang diselenggarakan secara nasional
maupun internasional.
10. Menerapkan sistem manajemen mutu laboratorium mengacu SNI ISO/IEC 17025 seri terbaru, tentang Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi.
Gambar 10. Potret Sampul Dokumen Implementasi SNI ISO/IEC 17025:2017. Sumber: perpustakaan.bsn.go.id |
Metode Statistik Quality Control
Adapun beberapa metode statistik yang digunakan sebagai penerapan Quality Control suatu laboratorium uji, adalah sebagai berikut;
1. Linear Regression.
Digunakan untuk menguji linieritas kurva Kalibrasi dari satu seri nilai konsentrasi standar, yang minimal terdiri dari 4 (empat) buah seri standar dan 1 (satu) blangko. Kurva Kalibrasi yang telah terbentuk dan teruji linieritasnya, dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi parameter uji kimia baik yang bersifat organik maupun anorganik.
Apabila nilai Koefisien Korelasi (R2) dari persamaan regresi linier tersebut mendekati 1 atau pada rentang (0.9990 < R2 < 1), maka seri standar tersebut dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi suatu parameter uji yang terkandung dalam sampel.
Gambar 11. Contoh Tabel Data Deret Standar dan Kurva Kalibrasi yang terbentuk |
Catatan;
Untuk
senyawa anorganik, persamaan regresi linear yang digunakan adalah tingkat 1.
Sedangkan untuk senyawa organik, maka persamaan regresi bisa mencapai tingkat 2 ataupun tingkat 3, sebagai persamaan Polinomial.
2. Measure of Dispersion.
Digunakan
untuk menentukan nilai %Presisi atau untuk menentukan ketelitian dari
sekumpulan data hasil analisa terhadap parameter uji yang sama, sebanyak minimal
7 (tujuh) data.
Metode ini, juga dapat digunakan sebagai data pembuatan suatu Bagan Kendali.
Gambar 12a. Contoh Tabel Measure of Dispersion Untuk Membuat Bagan Kendali |
Gambar 12b. Contoh Sebuah Bagan Kendali Sederhana Mengakomodir Tingkat Kepercayaan 99.7% |
3.
Single Operator Test.
Digunakan
untuk menentukan nilai %Presisi atau untuk menentukan ketelitian terhadap 2
(dua) orang Analis atau lebih, dalam hal melakukan pengujian terhadap suatu
parameter uji dengan konsentrasi tertentu yang sama.
Melalui metode uji ini, maka dapat dinilai siapa Analis yang telah menghasilkan kinerja yang relatif Presisi dan Akurat.
Gambar 13. Contoh Pelaksanaan Single Operator Test |
4. Duplicate Pair Test.
Digunakan
untuk menguji ketelitian dari data hasil uji duplikat (duplo).
Dari
metode uji ini, maka dapat ditentukan nilai Rata-Rata Selisih (Mean Difference) hasil analisa duplo untuk mengestimasi nilai selisih
yang masih bisa diterima.
Gambar 14. Contoh Data Sampel Uji Pasangan Duplo |
5. Control Charts.
Digunakan
untuk pembuatan suatu Bagan Kendali dari suatu parameter uji kimiawi.
Dari Bagan Kendali yang terbentuk, maka data-data hasil analisa terhadap bahan Standar Harian (Daily Inhouse Standard), yang merupakan bahan turunan dari Bahan Acuan Standar (SRM), dapat dikendalikan untuk tetap tersebar pada kisaran berikut;
a) ‘Action
Levels’ dalam cakupan Tingkat Kepercayaan 68%.
Kisaran ini merupakan kisaran terbaik dari suatu hasil uji terhadap Standar Harian.
b) ‘Warning
Levels‘ dalam cakupan Tingkat Kepercayaan 95%.
Apabila hasil analisa Standar Harian melampaui batas ini, maka analisa terhadap Sampel yang masuk dalam kisaran 1 (satu) kelompok (batch) dengan Standar Harian tersebut, sebaiknya diulang.
c) ‘Control
Levels’ dalam cakupan Tingkat Kepercayaan 99,7%.
Apabila
hasil analisa Standard Harian melampaui batas ini, atau dengan kata lain telah
menjadi Pencilan (Outlier), maka
analisa terhadap Sampel yang masuk dalam kisaran 1 kelompok (batch) dengan Standar Harian tersebut, harus diulang.
Gambar 15. Contoh Bagan Kendali Sebaran Data Hasil Uji Pada Ketiga Batas Tingkat Kepercayaan |
6. Spiking
Standard / Known Additions, dapat digunakan untuk
penentuan suatu parameter uji kimiawi yang terkandung dalam sampel.
Metode
yang juga dikenal dengan sebutan Adisi Standar ini lebih unggul dibanding
mengkonversi konsentrasi melalui kurva Kalibrasi, karena lebih menjamin
ketelitian pengujian dengan cara meniadakan faktor pengganggu dalam matriks sampel.
Gambar 16. Contoh Penentuan % Presisi Hasil Uji Dalam Sampel Secara Adisi Standar |
Agar lebih mudah memaknai, maka uraian upaya menjamin kinerja andal dan terpercaya terhadap suatu laboratorium uji parameter kimia tersebut di atas, dapat disusun menjadi sebuah siklus sederhana sebagai berikut;
Gambar 17. Siklus Quality Assurance Laboratorium Uji |
Demikian Pembaca yang budiman. Semoga ulasan perihal memastikan akurasi dan presisi hasil uji, melalui langkah-langkah menjamin mutu suatu laboratorium penguji ini, bisa menambah wawasan tentang bagaimana suatu hasil analisa kimia bisa dipercaya.
Setidaknya
bisa menjadi bekal, apabila suatu saat sengaja atau tak sengaja terlibat dalam
suatu obrolan bersama kerabat maupun orang-orang baru dikenal, perihal topik yang
semenjak mengikuti pelajaran semasa sekolah menengah, membuat kedua ujung alis
cenderung bertemu.
Pelajaran itu bernama Kimia.
1. Anonim, the Hand Book of Environmental Analysis, 3rd Ed., New York USA.
4. Windholz, Martha, et al, The Merck Indeks, Merck & Co. Inc., Rahway N J, USA.
5. Faridah, Didah Nur, Et. Al, Implementasi SNI ISO/IEC 17025:2017, Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi, bsn.go.id.
Telaga Asih, 24 Nopember 2021
Komentar
Posting Komentar