Di Dalam Tujuh

Memaknai Angka 7 yang Tak Sekedar Bilangan Melainkan Sebuah Pesan

Angka 7 memiliki banyak keunikan. Tak hanya masuk sebagai bilangan Prima, suatu angka yang habis jika dibagi oleh angka itu sendiri, ataupun penjelasan atas fenomena alamiah yang bisa ditangkap oleh panca indera manusia. Namun, kehadiran angka 7 juga tersurat dalam beberapa ayat dalam kitab suci, yang menyiratkan adanya suatu sistem dalam jagat raya, yang membuatnya berjalan secara teratur.

…membuat seisi Bumi tampak berwarna-warni, indah menyejukkan mata…

Cahaya Dalam Tujuh

Dalam bidang fisika, maka jumlah berbilangan tujuh mencakup fenomena alamiah berupa terpilahnya satu cahaya putih semata menjadi 7 spektrum warna yang kasatmata, beserta rentang panjang gelombang karakteristiknya.

Ketujuh warna cahaya kasatmata bagi manusia, berturut mulai Merah dengan rentang panjang gelombang 625-740 nanometer (nm),  Jingga 590-625 nm, Kuning 565-590 nm, Hijau 520-565 nm, Biru 445-520 nm, Nila/Indigo 425-445 nm dan Ungu 380-425 nm.

Keberadaan ketujuh warna utama yang bisa nampak nyata bagi indera penglihatan manusia tersebut, merupakan hasil penguraian cahaya monokromatik Matahari oleh bentukan lensa prisma berukuran nyaris tak kasatmata, yang bertebaran alami di dalam Bumi. Seperti, plasma air pun kandungan senyawaan gas udara dalam lapisan-lapisan atmosfer pelindung Bumi.

Rentang panjang gelombang antara 380 hingga 750 nm yang membuat cahaya memiliki 7 aneka warna utama yang mampu ditangkap oleh indera penglihatan manusia. Foto sumber: researchgate.net - The electromagnetic spectrum with the visible light region blown up.

Sejak Sir Isaac Newton pada akhir pertengahan abad ke-17 menemukan fenomena warna-warna pelangi adalah hasil pemilahan cahaya monokromatik Matahari oleh lensa prisma, maka perlahan ilmu pengetahuan menebar makna akan kehadiran warna-warna cahaya tampak tersebut, telah membuat seisi Bumi tampak berwarna-warni, indah menyejukkan mata, tak sekedar putih yang menyilaukan semata.

Mengapa 7 menjadi angka minimal sebagai n?...

Sebaran Dalam Tujuh

Pada salah satu dari 17 persamaan matematika yang mengubah dunia, yakni Distribusi Normal, maka angka 7 menjadi suatu konstanta yang dilambangkan sebagai huruf n, berupa jumlah data minimal sebagai syarat terbentuknya suatu sebaran data, yang terpilah dalam enam wilayah Tingkat Kepercayaan.

Apabila Tingkat Kepercayaan mencakup 68% dari sebaran, maka wilayah sebaran data adalah berkisar antara nilai rata-rata dengan satu kali Simpangan Baku baik positif pun negatif, yang telah ditetapkan.

Lalu, apabila Tingkat Kepercayaan mencakup 95% dari sebaran, maka wilayah sebaran data adalah berkisar antara nilai rata-rata dengan dua kali Simpangan Baku baik positif pun negatif, yang telah ditetapkan.

Sementara, apabila Tingkat Kepercayaan mencakup 99,7% dari sebaran, maka wilayah sebaran data adalah berkisar antara nilai rata-rata dengan tiga kali Simpangan Baku baik positif pun negatif, yang telah ditetapkan.

Adapun penetapan Simpangan Baku, melalui selisih antara jumlah Total Data dengan nilai Rata-Rata Data, dibagi dengan faktor (n-1), dimana angka minimal sebagai n adalah 7.  

Mengapa 7 menjadi angka minimal sebagai n? Agar, mewakili keenam sebaran data dalam setiap rentang Tingkat Kepercayaan, baik 68%, 95% dan 99,7%.

Kurva Gauss yang berbentuk bel genta (Gaussian Bell Shaped Curve) dengan keenam area tingkat kepercayaan berdasar rentang nilai Rata-Rata dengan nilai Simpangan Baku.

Sejak ditemukan pada awal abad ke-19 oleh matematikawan Jerman, Frederich Gauss, maka persamaan Distribusi Normal masih relevan dan berlaku hingga kini, sebagai persamaan mendasar dalam menyelesaikan soal-soal matematika yang terkait dengan sebaran data beserta pengembangannya menjadi suatu aplikasi yang bermanfaat bagi perkembangan sains dan teknologi, khususnya dalam penelaahan data pendukung dan pengujian hipotesa atas suatu riset ilmiah.

…dirasakan sebagai suatu sekelumit bayangan masa depan…

Semesta Dalam Tujuh

Sang Pencipta, memberi petunjuk keberadaan tujuh lapis langit, seven heavens, yang tidak hanya bisa diterjemahkan secara harfiah bahwa lapisan langit ada tujuh, melainkan lebih luas lagi berupa pola keberaturan di dalam sistem semesta yang jauh dari bayangan sebelumnya bagi sang makhluk ciptaanNya.

Sebagaimana Firman Tuhan tersurat Quran surah ke-41, Fussilat ayat ke-12;

"Lalu diciptakanNya tujuh langit dalam dua masa dan pada setiap langit Dia mewahyukan urusan masing-masing. Kemudian langit yang (dekat dengan bumi), Kami hiasi dengan bintang-bintang, dan (Kami ciptakan itu) untuk memelihara. Demikianlah ketentuan (Allah) Yang Maha Perkasa, Maha Mengetahui."

Betapa ketujuh lapisan semesta itu masing-masing secara bersamaan memiliki ruang dan waktu yang meskipun tidak sama persis akan saling berhubungan dan berkaitan dimana semua makhluk ciptaanNya, masing-masing akan berkesempatan berperikehidupan di dalamnya dengan pola imbal balik serta konsekuensi yang akan didapatkannya, tanpa disadarinya.

Jadi, setiap makhluk ciptaanNya yang telah berada dalam satu semesta, maka segala keputusannya dalam berperikehidupan di semesta itu akan berkonsekuensi kepada kehidupannya dalam semesta lain yang berjajar di sebelahnya.

Tentunya, petunjuk ini diberikan kepada makhluk ciptaanNya yang paling sempurna, yang dikaruniai akal, budi pekerti dan wujud fisik yang memungkinkan mereka berperikehidupan dalam salah satu semesta itu, sebagai manusia.

Dalam kondisi yang sedikit tersucikan, yang seringkali tidak disadari oleh manusia, maka beberapa semesta itu menjadi beririsan, sehingga dirasakan sebagai suatu sekelumit bayangan masa depan, yang sering disebut de javu.

Tidak mustahil, ketujuh lapis semesta itu saling berimpitan satu sama lain sehingga seorang manusia yang sangat suci, bisa mengembara di dalamnya untuk melihat apa-apa saja keterkaitan antar semesta sebagai konsekuensi yang dialami oleh semua makhluk ciptanNya, terutama manusia, dalam setiap deretan semesta itu.

Itu pernah dialami seorang Rasul, sang manusia tersucikan yang diberi kesempatan menengok setiap tujuh semesta itu hingga menghadap Sang Pencipta di singgasanaNya, untuk kemudian dikembalikan ke semesta dimana dia berperikehidupan. Suatu perjalanan spektakuler saat malam hari, yang hanya diyakini oleh orang yang berilmu pengetahuan dan beriman, yakni; Isra’ Mi’raj.

Berusaha bersuci, berarti kita, sebagai manusia, memiliki kesempatan untuk merenungkan keberadaan masing-masing dalam setiap semesta sebagai konsekuensi setiap detik, bahkan sepersekian detik atas segala keputusan yang kita buat ketika berperikehidupan di semesta saat ini.

Meningkatkan kesucian, berarti memiliki kesempatan untuk bisa melanglang ke semesta lain melebihi kesempatan yang didapatkan oleh manusia pada umumnya dan menyadari bahwa betapa perikehidupan dalam semesta saat ini hanya sebagian kecil dari pola keberaturan antar semesta yang menunjukkan keEsaanNya.

Menjadi suci, berarti setiap keputusan yang akan diambil, setiap langkah yang akan dilalui, selalu mengingat keberadaanNya beserta sistem Maha Jenius ciptaanNya.

Telaga Asih, 3 Agustus 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sugeng Tindak Pak Yahya

Balada Si Cangkem Asbak